Menu Tutup

Bolehkah Transfer Uang Untuk Zakat Fitrah?

Dalam kondisi pandemik corona saat ini, kebijakan pembatasan jarak fisik merupakan pilihan yang diambil untuk menekan penyebaran virus.

Tentunya hal ini akan berdampak pada beberapa praktik ibadah yang memang dilakukan dengan adanya kontak fisik seperti penunaian zakat antara muzakki / wakil dan para mustahik.

Lantas, muncullah wacana untuk proses penunaian zakat yang tidak melalui kontak fisik. Namun dilakukan menggunakan fasilitas transfer uang antar bank.

Untuk menjawab persoalan ini, maka perlu dipilah dulu beberapa kemungkinan pertanyaan yang muncul, yaitu: Apa hukum penunaian zakat via transfer antar bank?.

Apa hukum mewakilkan penunaian zakat ke pihak lain di luar wilayah tempat tinggalnya dengan mentranfer sejumlah uang?. Dan apa hukum mentransfer zakat al-fithr berupa uang secara langsung kepada mustahiq?.

Penunaian Zakat Via Transfer

Para ulama sepakat bahwa boleh ditunaikannya zakat fithri ataupun zakat maal melalui fasilitas transfer antar bank dari muzakki kepada wakil atau dari muzakki kepada amil.

Maksud transfer zakat dari muzakki kepada wakil adalah bahwa muzakki meminta bantuan kepada seseorang yang pada dasarnya bukanlah mustahiq, untuk menunaikan zakatnya kepada amil atau mustahiq.

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan:

Boleh bagi muzakki untuk mewakilkan penunaian zakatnya kepada orang lain. Apakah dimaksudkan untuk diserahkan oleh wakil kepada amil atau secara langsung kepada mustahiq.

Dan apakah muzakki sendiri yang memastikan penyalurannya oleh wakil tersebut, atau wakil tersebut diberikan keluasan dalam proses penyalurannya.

Sedangkan maksud transfer zakat kepada amil adalah bahwa muzakki meniatkan menunaikan zakat melalui amil yang juga merupakan salah satu dari 8 penerima zakat.

Dalam Majallah Majma’ al-Fiqh al-Islami disebutkan:

Di antara bentuk penyerahan harta yang diakui secara tradisi maupun syariah adalah jika seseorang mentransfer sejumlah dana melalui rekening amil/ lembaga zakat. [Munazzhomah al-Mu’tamar al-Islami di Jedaah, Majallah Majma’ al-Fiqh al-Islami: Putusan mu’tamar ke-6 di Jeddah, tanggal 17-23 Sa’ban 1410 H / 14-20 Maert 1990 M, hlm. 6/592.]

Transfer Uang Kepada Wakil atau Amil

Dalam proses penunaian zakat fithr melalui wakil, para ulama sepakat bahwa boleh diwakilkan dalam bentuk uang. Namun apakah boleh wakil menunaikannya kepada mustahik dalam bentuk uang pula, atau haruskah dikonversikan kepada makanan pokok?.

Maka jawaban atas pertanyaan ini tergantung kepada dua kondisi. Jika muzakki menetapkan sarat penyalurannya menggunakan beras, maka wakil wajib melaksanakannya sebagaimana diinginkan oleh muzakki.

Sedangkan jika muzakki tidak memastikannya, maka ini tergantung kepada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang hukum menunaikan zakat kepada fithr mustahiq menggunakan uang. Di mana menurut kalangan al-Hanafiah, hal itu dibolehkan.

Dan tidak sedikit ulama kontemporer yang membolehkannya, jika dirasa mashlahat yang didapat, lebih besar dari pada penunaian menggunakan makanan pokok.

Adapun untuk zakat maal, maka para ulama sepakat akan kebolehan penunaiannya menggunakan uang

Transfer Uang Kepada Mustahiq

Para ulama sepakat bahwa muzakki boleh menunaikan zakatnya secara langsung kepada mustahiq, dan tidak melalui amil.

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan:

Bagi yang telah diwajibkan menunaikan zakat, dapat menunaikannya secara langsung kepada mustahiq atau menyerahkannya kepada imam (amil) untuk diserahkan kepada yang berhak. [Kementrian Agama Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, hlm. 23/292.]

Sebagaimana para ulama sepakat bahwa boleh saja zakat tersebut ditunaikan menggunakan fasilitas transfer antar bank, yang tentunya akan diterima oleh mustahiq dalam bentuk uang, jika zakat yang dimaksud adalah zakat maal.

Adapun untuk zakat fithr, maka hal ini kembali kepada perbedaan ulama tentang hukum menunaikan zakat fithr menggunakan uang. Di mana menurut kalangan al-Hanafiah, hal itu dibolehkan. Dan tidak sedikit ulama kontemporer yang membolehkannya, jika dirasa mashlahat yang didapat, lebih besar dari pada penunaian menggunakan makanan pokok.

Sumber:
Isnan Ansory, Lc., M.Ag., I’tikaf, Qiyam al-Lail, Shalat ’Ied dan Zakat al-Fithr di Tengah Wabah, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2020.

Baca Juga: