Secara umum, para ulama membagi najis menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat, yakni najis ringan (mukhaffafah), najis sedang (mutawassitah), dan najis berat (mughalladhah). Sangat penting bagi seorang muslim untuk mengetahui ketiga jenis najis tersebut, mulai dari definisinya, contoh-contoh dalam kehidupan sehari-hari, hingga panduan praktis termasuk cara membersihkan najis mughalladhah dan cara membersihkan najis mutawassitah sebagaimana dijelaskan dalam fiqih Islam.
Dengan memahami hal ini, kita dapat menjaga kesucian diri dan memastikan bahwa ibadah yang kita lakukan diterima oleh Allah SWT.
1. Najis Mukhaffafah (Najis Ringan)
Kategori pertama adalah Najis Mukhaffafah, yang secara harfiah berarti “najis yang diringankan”. Sesuai namanya, jenis najis ini dianggap paling ringan dan cara mensucikannya pun paling mudah.
Contoh Najis Mukhaffafah
Satu-satunya contoh yang disepakati oleh mayoritas ulama untuk najis ini adalah air kencing bayi laki-laki yang belum genap berusia dua tahun dan belum mengonsumsi makanan atau minuman lain selain Air Susu Ibu (ASI).
Jika bayi laki-laki tersebut sudah mulai makan makanan padat (MPASI) atau minum selain ASI (seperti susu formula atau jus), maka air kencingnya tidak lagi tergolong Mukhaffafah, melainkan naik tingkat menjadi Mutawassitah. Adapun air kencing bayi perempuan, sejak lahir sudah tergolong najis Mutawassitah.
Dasar penetapan ini adalah sebuah hadits dari Ummu Qais binti Mihshan, bahwa ia datang membawa seorang anak laki-lakinya yang belum makan makanan kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW mendudukkan anak itu di pangkuannya, lalu anak itu kencing di baju beliau. Beliau pun meminta air, lalu memercikkannya ke pakaiannya dan tidak mencucinya dengan kuat. (HR. Bukhari dan Muslim).
Cara Mensucikannya
Cara membersihkan najis Mukhaffafah sangat sederhana dan telah diringankan oleh syariat:
- Singkirkan terlebih dahulu wujud najis jika masih ada.
- Ambil air yang suci dan mensucikan (air mutlak).
- Percikkan atau siramkan air tersebut ke area yang terkena najis hingga air merata di seluruh permukaan yang terkena.
- Tidak disyaratkan air harus mengalir deras atau pakaian harus digosok dan diperas. Cukup dengan memercikkan air secara merata, maka area tersebut sudah dianggap suci.
2. Najis Mutawassitah (Najis Sedang)
Ini adalah kategori najis yang paling umum dan sering dijumpai dalam aktivitas sehari-hari. Najis Mutawassitah mencakup segala sesuatu yang keluar dari qubul (kemaluan depan) dan dubur manusia (selain air mani), serta najis-najis lainnya yang tidak termasuk dalam kategori ringan maupun berat.
Najis Mutawassitah sendiri terbagi lagi menjadi dua jenis:
- Najis ‘Ainiyah: Yaitu najis yang masih memiliki wujud, warna (laun), bau (rih), atau rasa (tha’m). Dengan kata lain, keberadaan najisnya masih bisa dideteksi oleh panca indera.
- Najis Hukmiyah: Yaitu najis yang sudah tidak berwujud. Misalnya, air kencing yang sudah lama mengering di lantai sehingga warna dan baunya sudah hilang, namun status kenajisannya (hukumnya) masih melekat pada tempat tersebut.
Contoh Najis Mutawassitah
- Urine dan tinja manusia maupun hewan (kecuali yang diharamkan seperti anjing dan babi).
- Air kencing bayi laki-laki yang sudah makan dan bayi perempuan.
- Darah (baik darah haid, nifas, maupun darah luka).
- Nanah.
- Muntah.
- Bangkai (maitah), yaitu hewan yang mati tidak disembelih sesuai syariat (kecuali bangkai ikan dan belalang).
- Mazi dan wadi (cairan yang keluar dari kemaluan).
- Minuman keras (khamr).
Cara Mensucikannya
Cara membersihkan najis Mutawassitah sedikit lebih detail dibandingkan Mukhaffafah dan dibedakan berdasarkan jenisnya:
- Untuk Najis ‘Ainiyah:
- Hilangkan terlebih dahulu wujud fisik najisnya (‘ain an-najasah). Gunakan tisu, kain, atau benda lain untuk membersihkan kotoran tersebut hingga benar-benar hilang dari permukaan.
- Setelah wujudnya hilang, siram atau basuh area yang terkena najis dengan air mutlak yang mengalir.
- Pastikan proses pencucian ini berhasil menghilangkan tiga sifat najis: warna, bau, dan rasanya. Selama salah satu dari sifat ini masih ada, maka area tersebut belum dianggap suci dan proses pencucian harus diulang. Ada toleransi jika warna atau bau sangat sulit dihilangkan setelah usaha maksimal.
- Untuk Najis Hukmiyah:
- Karena wujud najisnya sudah tidak ada, Anda cukup menyiramkan air mutlak ke atas area yang diyakini pernah terkena najis tersebut.
- Cukup dengan sekali siraman yang merata, tempat itu sudah kembali suci.
3. Najis Mughalladhah (Najis Berat)
Kategori terakhir adalah Najis Mughalladhah, yang berarti “najis yang diperberat”. Najis ini merupakan tingkatan tertinggi dan memerlukan prosedur pembersihan yang paling ketat dan spesifik.
Contoh Najis Mughalladhah
Najis ini secara khusus merujuk pada segala sesuatu yang berasal dari anjing dan babi. Ini mencakup:
- Air liur anjing dan babi.
- Darah, kotoran, dan air kencing anjing dan babi.
- Daging, kulit, bulu, dan seluruh bagian tubuhnya.
- Segala benda yang basah atau lembab yang bersentuhan dengan anjing atau babi.
Dasar dari tata cara pembersihan yang berat ini adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda, “Cara mensucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dengan cara mencucinya sebanyak tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah.” (HR. Muslim). Para ulama kemudian menganalogikan (qiyas) babi dengan anjing karena tingkat kenajisannya dianggap setara atau bahkan lebih berat.
Cara Mensucikannya
Prosedur untuk menghilangkan najis Mughalladhah adalah yang paling rinci dan harus diikuti dengan saksama:
- Hilangkan Wujud Najis: Sama seperti najis lainnya, langkah pertama adalah menghilangkan wujud fisik najisnya (misalnya, bekas liur atau kotoran) dari permukaan benda, pakaian, atau bagian tubuh yang terkena.
- Basuhan Pertama dengan Tanah: Campurkan air suci dengan tanah atau debu yang suci hingga sedikit keruh. Gunakan campuran ini untuk membasuh area yang terkena najis. Gosok hingga merata. Tanah berfungsi sebagai disinfektan alami yang sangat efektif mengangkat kotoran dan mikroorganisme.
- Bilas dengan Air Bersih: Setelah basuhan pertama dengan air tanah, lanjutkan dengan membilas area tersebut sebanyak enam kali lagi dengan menggunakan air mutlak (air bersih yang suci dan mensucikan).
- Dengan demikian, total proses pembasuhan adalah sebanyak tujuh kali, di mana salah satunya (dianjurkan yang pertama) menggunakan campuran air dan tanah. Setelah proses ini selesai, barulah benda atau area tersebut kembali dianggap suci.
Memahami pembagian najis dan cara mensucikannya adalah bagian tak terpisahkan dari ilmu thaharah yang wajib diketahui setiap Muslim. Meskipun terlihat rinci, sesungguhnya syariat Islam memberikan panduan yang logis, praktis, dan penuh kemudahan. Aturan yang berbeda untuk setiap tingkatan najis menunjukkan betapa adil dan bijaksananya ajaran ini, tidak memberatkan namun tetap menjaga esensi kesucian dalam beribadah.
Dengan mengetahui panduan ini, kita dapat lebih percaya diri dalam menjaga kebersihan diri, pakaian, dan lingkungan sekitar, sehingga ibadah yang kita laksanakan, Insya Allah, menjadi lebih sempurna dan diterima oleh Allah SWT. Sebab, kesucian lahiriah adalah gerbang menuju kesucian batiniah dalam menghadap Sang Pencipta.