Menu Tutup

Fatwa yang Mendukung Hak Cipta

Banyak ulama kontemporer yang mendukung dan mengakui adanya hak cipta atau kekayaan intelektual ini, baik dalam bentuk fatwa lembaga ataupun fatwa pribadi.

1. Majma’ Fiqih Islami

Pada tanggal 10-15 Desember 1988, Majma` Al-Fiqh Al-Islami pada Muktamar kelima di Kuwait telah menetapkan bahwa copyright adalah bagian dari hak kekayaan seseorang. Berikut ini adalah terjemah dari keputusan tersebut:

Keputusan No. 43 (5/5) tentang Hak-hak Maknawiyah Majelis Majma’ Fiqih Islami International dalam muktamar rutin kelimanya di Kuwait dari 1 s/d 6 Jumadil Ula 1409 H/ 10-15 Desember 1988 M, setelah mengkaji beberapa makalah dari para ulama dan para ahli tentang hak-hak maknawiyah, serta setelah mendengar diskusiyang terkait dengan hal itu,  Menetapkan sebagai berikut :

Pertama: nama usaha, merek dagang, logo dagang, karangan, dan penemuan, adalah termasuk hak-hak khusus bagi pemiliknya. Dan di masa sekarang ini telah bernilai sebagai harta kekayaan yang muktabar untuk menjadi pemasukan. Dan hak ini diakui oleh syariah, sehingga tidak dibenarkan untuk melanggarnya.

Kedua: dibenarkan untuk memperjual-belikan nama usaha, merek dagang, atau logo dagang itu, atau mempertukarkannya dengan imbalan harta, selama tidak ada gharar, penipuan dan kecurangan. Karena dianggap semua itu adalah hak harta benda.

Ketiga: hak atas tulisan, penemuan dan hasil penelitian terlindungi secara syariah, para pemiliknya punya hak untuk memperjual-belikannya, dan tidak dibenarkan untuk merampasnya.

2. Fatwa Dr. Said Ramadhan Al-Buthi

Apa yang telah dijadikan keputusan oleh Institusi ini, sebelumnya juga telah menjadi pendapat Dr. Said Ramadhan Al-Buthi. Ulama besar Syiria ini sebelum juga telah menetapkan copyright sebagai bagian dari harta kekayaan milik seseorang yang wajib dihargai dan haram untuk diambil begitu saja.

Beliau menjelaskan bahwa pada masa lampau, sebuah karya ilmiah muncul dan terpendam dalam otak pengarangnya. Transmisi ilmu  yang terkandung bisa terwujud berkat kreatifitas tangan para penulis dengan susah payah menulis dan menyalinya.

Akan tetapi, pada saat itu tulisan yang dihasilkan tidak tampak nilai harta atau penghargaan bersifat materi kecuali hanya pujian yang tertuju pada pengarangnya. Melalui potret sistem yang berlaku pada saat itu, kita bisa menarik kesimpulan bahwa sebuah afirmasi terhadap karya ilmiah adalah hak yang bersifat non-materi (maknawi) bagi penciptanya atau pengarang-nya.

Sehingga masalah copyright ini tidak bisa dianggap sepele, karena menyangkut kerugian harta pada diri orang lain.

Bahkan dalam syariat Islam, tidak dibedakan apakah hak itu milik muslim atau pun non muslim. Sebab Rasulullah SAW telah menjamin bahwa setiap muslim adalah seorang di mana orang lain akan selamat dari lisan dan tangannya.

Maksudnya, seorang muslim itu tidak akan merugikan orang lain, baik dengan mulutnya seperti fitnah, tuduhan, kedustaan, atau pun juga dari tangannya, seperti pencurian, perampokan dan juga menyabotan hak kekayaan intelektual.

3. Fatwa Bakr Abu Zaid

Syeikh Bakr Abu Zaid adalah ulama besar di Saudi Arabia dan menjadi imam di Masjid Nabawi. Beliau termasuk kalangan ulama kontemporer yang mendukung adanya hak cipta dan kekayaan intelektul. Secara khusus beliau menuliskan pendapatnya itu dalam sebuah kita yang berjudul Fiqhu An-Nawazil. [1]

4. Fatwa Dr. Wahbah Az-Zuhaili

Dr. Wahbah Az-Zuhaili juga punya fatwa terkait dengan hak cipta ini. Berikut petikan fatwanya sebagaimana beliau tuliskan dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu.[2]

Adapun hak penulis yang masuk dalam qanun baru yang juga hak adabi adalah hak yang dilindungi dalam pandangan saya secara syariah, atas dasar kaidah istishlah atau mashlahah al-mursalah. 

Seorang penulis telah berkorban dengan pengobanan yang besar dalam menyiapkan karya. Maka dia adalah orang yang paling berhak atas karyanya itu. Baik yang terkait dari sisi material ataupun moril. Dan menjadi hak miliknya untuk selamanya. Kemudian bisa diwariskan dengan dasar sabda Nabi SAW,”Orang yang meninggalkan harta, maka harta itu milik ahli warisnya. 

5. Fatwa Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga punya fatwa terkait dengan masalah hak cipta ini. [3]

KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 1/MUNAS VII/MUI/15/2005
Tentang
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

[1] Bakr Abu Zaid, Fiqhu An-Nawazil.

[2] Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid 4 hal. 2861

[3] Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, hal. 468-476

Sumber: Ahmad Sarwat, Hak Cipta Dalam Kajian Fiqih Kontemporer, (Jakarta Selatan: RUmah Fiqih Publishing, 2018)

Baca Juga: