[otw_shortcode_dropcap label=”A” size=”large” border_color_class=”otw-no-border-color”][/otw_shortcode_dropcap]da beberapa hal yang menyebabkan status kemusafiran seseorang berakhir. Di antaranya adalah hal-hal berikut ini :
Pulang dan Sampai di Rumah
Ketika seseorang mengadakan perjalanan jauh, selama itu pula dia disebut sebagai musafir. Tetapi ketika sang musafir pulang dan secara fisik dirinya sudah tiba di wathan atau wilayah tempat tinggalnya bahkan sudah masuk ke rumahnya sendiri, maka saat itu statusnya sebagai musafir pun berakhir.
Sehingga segala hal yang terkait dengan hukum-hukum musafir dengan sendirinya sudah tidak berlaku lagi.
Punya Rumah di Tempat Tujuan
Agak sedikit menjadi masalah apabila seorang melakukan safar ke suatu tempat, namun ternyata di tempat itu dia punya rumah juga. Dalam hal ini apakah juga dianggap pulang ke rumah, sehingga status kemusafirannya terhenti, ataukah dia tetap musafir?
Para ulama umumnya menyebutkan bahwa bila seseorang punya dua rumah di dua kota yang berbeda, maka ketika dia berada di salah satunya, maka statusnya bukan musafir. Namun syarat ini berlaku bila di dalam rumah itu ada keluarganya, yaitu istri dan anak-anaknya.
Sedangkan bila hanya sekedar status kepemilikkan rumah, sementara dia tidak menghuninya, maka ketika berada di rumahnya sendiri, tanpa berniat untuk tinggal atau menetap, statusnya tetap musafir.
Niat Untuk Menetap Lebih Dari 4 Hari
Bila seseorang dalam safarnya sejak awal sudah berniat akan menetap lebih dari 4 hari di tempat tersebut, maka maka begitu tiba di tempat itu otomatis status kemusafirannya telah berakhir.
Sedangkan bila niatnya menetap kurang dari 4 hari, maka selama dia menetap itu dia masih berstatus musafir. Maka semua keringanan dalam musafir masih berlaku untuknya.
Ketentuan dalam hitungan itu bahwa hari pertama kedatangan masih belum dihitung sebagai hari pertama, sebagaimana hari kepulangan juga tidak dihitung. Sebagai contoh, misalnya Anda tiba di suatu kota pada hari Senin, maka hitungan hari pertama adalah hari Selasa, hari kedua adalah Rabu, hari ketiga adalah Kamis dan hari keempat adalah Jumat. Kalau Anda berniat mau kembali hari Sabtu, maka selama berdiam di kota itu masih berstatus musafir.
Namun kalau sejak awal niatnya akan pulang hari Ahad atau Senin seminggu kemudian, maka sejak awal dia tidak berstatus sebagai musafir tapi sudah langsung menjadi orang yang muqim.
Maka yang perlu dicatat bahwa niat untuk menetap di suatu tempat itu menjadi sangat menentukan apakah seseorang terhitung berstatus musafir atau bukan.
Sumber:
Ahmad Sarwat, Lc,.MA., Fiqih Musafir, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2020.