Menu Tutup

Hukum Puasa bagi Wanita Hamil dan Menyusui

Puasa merupakan salah satu ibadah yang wajib dilakukan oleh umat Islam di bulan Ramadan. Namun, ada beberapa golongan yang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, salah satunya adalah wanita hamil dan menyusui. Bagaimana hukum puasa bagi wanita hamil dan menyusui? Apa yang harus mereka lakukan jika tidak berpuasa? Berikut penjelasannya.

Hukum Puasa bagi Wanita Hamil dan Menyusui

Wanita hamil dan menyusui boleh untuk tidak berpuasa jika mereka khawatir akan keselamatan diri mereka sendiri atau anak yang dikandung atau disusui. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْمُسَافِرِ وَالْحَامِلِ وَالْمُرْضِعِ الصَّوْمَ أَوِ الصِّيَامَ

“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa pada musafir, wanita hamil dan wanita menyusui.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Para ulama sepakat bahwa wanita hamil dan menyusui mendapat keringanan untuk tidak berpuasa jika ada udzur. Namun, mereka berbeda pendapat tentang apa yang harus mereka lakukan sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan.

Pengganti Puasa bagi Wanita Hamil dan Menyusui

Ada lima pendapat tentang pengganti puasa bagi wanita hamil dan menyusui:

  1. Wajib mengqadha puasa dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Inilah pendapat Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad. Namun menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, jika wanita hamil dan menyusui takut sesuatu membahayakan dirinya (bukan anaknya), maka wajib baginya mengqadha puasa saja karena keduanya disamakan seperti orang sakit.
  2. Cukup mengqadha saja. Inilah pendapat Al Auza’i, Ats Tsauriy, Abu Hanifah dan murid-muridnya, Abu Tsaur dan Abu ‘Ubaid.
  3. Cukup memberi makan kepada orang miskin tanpa mengqadha. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu ‘Umar, Ishaq, dan Syaikh Al Albani.
  4. Mengqadha bagi yang hamil sedangkan bagi wanita menyusui adalah dengan mengqadha dan memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan. Inilah pendapat Imam Malik dan ulama Syafi’iyah.
  5. Tidak mengqadha dan tidak pula memberi makan kepada orang miskin. Inilah pendapat Ibnu Hazm.

Pendapat yang terkuat adalah pendapat ketiga yang mengatakan bahwa cukup dengan fidyah yaitu memberi makan kepada orang miskin tanpa mengqadha’. Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,

“Keringanan dalam hal ini adalah bagi orang yang tua renta dan wanita tua renta dan mereka mampu berpuasa. Maka boleh bagi mereka untuk berbuka jika mereka mau dan memberi makan kepada orang miskin setiap hari. Tidak ada kewajiban mengqadha bagi mereka. Kemudian hal ini dinasakh dengan ayat,

( فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ )

“Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)

Dan tetap bagi orang yang tua renta dan wanita tua renta jika mereka tidak mampu berpuasa dan bagi wanita hamil dan menyusui jika mereka khawatir. Maka boleh bagi mereka untuk berbuka dan memberi makan kepada orang miskin setiap hari.” (HR. Abu Dawud no. 2408, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

 

Baca Juga: