Menu Tutup

Ibnu Rusyd : Riwayat Hidup, Karir intelektual, dan Karya-karyanya

Riwayat Hidup Ibnu Rusyd

Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad Ibnu Rusyd yang lahir di Kordoba pada tahun 520 H/ 1126 M dari keluarga hakim. Setelah menguasai fikih, ilmu kalam, dan sastra arab dengan baik, ia menekuni matematika, fisika, astronomi, kedokteran, logika, dan filsafat. Ia berhasil menjadi ulama dan sekaligus filsuf yang tak tertandingi.

Setelah diperkenalkan oleh Ibnu Thufail kepada Sultan Daulah Muwwahidun, Sultan Abu Ya‟qub Yusuf pada tahun 564 H/ 1169 M meminta Ibnu Rusyd menulis ulasan atas karya-karya Aristoteles.[1] IbnRusyd memiliki nama nisbat al-Qurthubi dan al-Andalusi. Tanggal dan bulan kelahirannya tidak diketahui secara pasti, namun telah jelas bahwa IbnRusyd “sang cucu” ini lahir sebulan sebelum kematian “sang kakek “, yaitu pada tahun 1126 (520 H), atau sekitar lima belastahun setelah kematian Abu Hamid AlGhazali, seorang tokoh yang cukup penting dalam kaitan dengan pembahasan pemikiran IbnRusyd.

Ayahnya bernama Ahmad Ibn Muhammad (487-563 H) adalah seorang faqih terkemuka dan juga pernah menjabat sebagai Qadhi di Cordova, demikian juga kakeknya yang bernama Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Miliki adalah seorang faqih bermadzhab Maliki dan Hafizh terkemuka pada zamannya, di samping pernah menduduk ijabatan sebagai qadhi al-qudhah (semacam hakim agung) di kota yang sama untuk seluruh Andalusia.[2]

Pada mulanya Ibnu Rusyd mendapat  kedudukan yang baik dari Khalifah Abu Yusuf  Al-Mansur (masa kekusaannya 1148 – 1194 M) sehingga ia pada waktu itu Ibnu Rusyd menjadi raja semua pikiran, tidak ada pendapat kecuali pendapatnya, dan tidak ada kata-kata kecuali kata-katanya. Akan tetapi, keadaan tersebut segera berubah karena ia dipersonanongratakan oleh Al-Mansur dan dikurung di suatu kampung Yahudi bersama Alisanah sebagai akibat fitnahan dan tuduhan telah keluar dari Islam yang dilancarkan oleh golongan penentang filsafat , yaitu para fuqaha masanya.[3]

Dalam beberapa bahasa di Dunia Barat, nama Ibn Rusyd ditulis dan diucapkan bermacam-macam, seperti Ibin-Rosdin, Fillius Rosadis, Ibn Rusid, Ben Raxid, Ibn-Ruschod, Ben Resched, Aben-Rassd, Aben Rois, Aben-Rasd, Aben-Rust, Avenrosd, Avenryz, Adveroys, Benroist, Avenroyth, Averroysta, dan sebagainya. Hanya saja dari sekian banyak nama yang diucapkan, yang sangat terkenal dan biasa dipergunakan untuk menyebut Ibn Rusyd adalah nama Averroes atau Ibn Rushd.

Dibarat (eropa) Ibnu Rusyd dikenal dengan nama Averoes dan dialah filosuf islam yang terkenal dan paling berpengaruh di Eropa. Terutama terhadap Skolastik Latin lebih lebih besar daripada Ibu Sina (Avicenna). Kayanya yang menyebabkan sangat berpengaruh di Eropa itu ialah hasil karangannya dan terjemahannya dalam bahasa Arab tentang filsafat Aristoteles. Eropa dapat mengenal Aristoteles lebih banyak berkat Ibnu Rusydi di Eropa. [4]

Di bawah asuhan keluarga yang terdidik dan terpandang, serta kondisi politis inilah Ibn Rusyd lahir dan berkembang menjadi dewasa. Ia mempelajari ilmu fiqih dan ayahnya, sehingga dalam usianya yang masih muda Ibn Rusyd telah menghafal kitab Al Muwaththa karangan Imam Malik. Pendidikannya dimulai sejak kecil di keluarganya yang alim. Kakek dan ayahnya adalah penganut mazhab maliki.

Ibnu Rusyd juga meriwayatkan hadis dan mnghafal Al Muwaththa’ karya Imam Malik atas bimbingan sang ayah. Setelah menginjak remaja. Ia terdorong keluar dari lingkar kalurga dalam menuntut ilmu. Para fuqaha yang menonjol di kawasan Andalusia kala itu didatangi Ibnu Rusyd sebagai guru untuk ditimba ilmunya. Di antara para fuqaha itu antara lin Abu Al Aim Basykawal, Abu Marwan bin Masarrah, Abu Bakar bin Samhun, Abu Ja’far bin Abdul Aziz, Abdullah Al Maziri, dan Abu Muhammad bin Rizq.[5]

Dalam bidang kedokteran ia belajar pada Abu Ja’far Harun At Tirjali dan Abu Marwan bin Kharbul. Dalam bidang filsafat, Ibn Rusyd belajar pada Ibn Bajjah, yang di barat dikenal dengan Avinpace, filosof besar di Eropa sebelum Ibnu Rusyd. Selain itu, ia juga berhubungan dengan dokter Abu Marwan bin Zuhr dan raja Dinasti Muwahhidun. Pada tahun 1153 Ibn Rusyd pindah ke maroko, memenuhi permintaan Khalifah Abd al-Mu‟min, khalifah pertama dari Dinsti Muwahiddin, khalifah ini banyak membangun sekolah dan lembaga ilmu pengetahuan, ia meminta Ibn Rusyd untuk membantunya mengelola lembagalembaga tersebut.

Pada tahun 111169 risalah pokok tentang medis, al-Risalah, telah diselesaikannya, dan tahun yang sama pula, ia diperkenalkan oleh Ibn Thufail kepada Khalifah Abu Ya‟qub. Hasil dari poertemuan ini Ibn Rusyd diangkat sebagai qadhi di Saville. Ia memanfatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya. Diriwayatkan bahwa Ibnu Rusyd hanya dua malam melewatkan begitu saja tanpa membaca dan menulis, yaitu malam meninggal ayahnya dan malam perkewinannya.

Semenjak itu, ia mulai menafsirkan karya-karya Aristotoles atas permintaan Khalifah tersebut. Keberhasilan menafsirkan karyakarya Aristoteles ini menjadikan ia terkenal dengan gelar “Komentar Aristoteles. dua tahun setelah menjadi qadhi di Saville, ia kembali ke Cordova menduduki jabatan hakim agung (qadhi al-qudhat). Selanjutnya pada tahun 1182 ia bertugas sebagai dokter Khalifah di istana al-muwahhidin, Maroko menggantikan Ibn Thufail.[6]

Kehidupannya sebagian besar digunakan untuk menjalani tugas sebagai hakim dan dokter, tapi di barat ia dikenal sebagai filofof yang banyak mengkaji dan mengomentarai pemikiran Aristoteles. Ibnu Rusyd termasuk seorang jenius yang pengetahuannya ensiklopedis. Ia banyak menghasilkan karya tulis dalam berbagai bidang. Ia ahli hukum Islam, filsafat, cakap dalam kedokteran, kalam, bahasa, fisika, dan astronomi. Ia wafat pada sekitar tahun 5951198 M dengan meninggalkan banyak warisan keilmuan yang dikenal Barat dan Timur.

Di dalam riwayat pendidikannya tergambar bagaimana Ibn Rusyd termotivasi menggeluti bidang-bidang keilmuan, baik karena faktor lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial tempat ia tumbuh dan berkembang. Disamping karena latar belakang keluarganya yang terpelajar dan mencintai ilmu, tampaknya kondisi alam cordova pun sangat kondusif untuk kemajuannya dalam bidang-bidang keilmuan.

Cordova saat itu tampaknya merupakan sebuah kota yang sangat prestisius, yang bisa disejajarkan dengan kota-kota utama seperti Athena,Roma, Iskandariah, dan Baghdad.Pendidikan Ibnu Rusyd sangat bagus. Ibnu Rusyd memanfaatkan lingkungan yang kondusif   seoptimal mungkin untuk kegiatan keilmuan sampai-sampai ia tidak pernah absen dari kegiaran belajar setiap malam kecuali du malam, ketika ayahnya meninggal dunia dan malam pertama perkawinannya.

Maka tidak heran jika akhirnya dia menjadi seorang tokoh yang dikagumi karena kemahirannya dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk ilmu fikih. ilmu filsafat, dan ilmu kedokteran, serta ilmu matematika.Kemahiran di bidang ilmu fikih ini merupakan jasa ayahnya yang sekaligus merupakan guru pertamanya dalam bidan tersebut. Melalui pembelajaran dari ayahnya ini Ibnu

Rusyd dapat menghapal kitab al-Muwatha‟ karangan Imam Malik. selain dari ayahnya, penguasaan ilmu fikih ini diperoleh dari gurunya yang bernama alHafizh Abu Muhammad ibn Rizq, Abu al-Qosim, Ibnu Basykuwal, Abu Marwan, Ibnu Masarrah, Abu Bakar ibn Samhun, Abu Ja‟far ibn Abd al-Aziz dan Abdullah al-Ma‟zari.[7]

Masa Karir Intelektual PolitikIbn Rusyd

Ibn Rusyd bukanlah filosof muslim pertama di Andalusia, karena sebelumnya telah muncul beberapa filosof dan ilmuan penting di kawasan barat di Dunia Islam itu, seperti Ibn Masarrah al-Qurthubi, Ibn Hazam al-Qurthubi, Ibn Bajjah, dan Ibn Thufail. Akan tetapi Ibn Rusyd dianggap oleh para ahli sebagai filosof muslim terbesar dari Andalusia, dan-sebagaimana di nyatakan oleh Corbin-masa Ibn Rusyd merupakan puncak kebesaran filsafat Islam, yang setelah kematiannya tidak tampak kemunculan filosof besar dariwilayah negeri tersebut.

Nurcholish Madjid mencatat, bahwa yang lebih menarik darik figur Ibn Rusyd dalam peta dunia pemikiran Islam, adalah kesungguhan dan ketulusannya melakukan upaya harmonisasi antar agama dan filsafat, yang kesungguhannya melebihi Al-Kindi, Al-Farabi. Ibn Sina, dan lainnya. Sebagaimana disebut di atas bahwa Ibn Rusyd berasal dari keluarga yang mempunyai otoritas dalam hokum dan politik. Ayah dan kakeknya di samping sebagai faqih dalam madzhab Maliki juga pernah menduduki jabatan penting sebagai qadhi, maka demikian juga Ibn Rusyd.

Sebagaimana tergambar di atas, kiranya komitmen keilmuan dan kapasitas intelektual Ibn Rusyd tidak diragukan. Dengan jelas sejarah menuturkan betapa Ibn Rusyd bersungguh-sungguh dalam menggeluti berbagai bidang ilmu, khususnya filsafat Aristoteles, sehingga keuletannya sulit dicairkan bandingan dengan tokoh siapapun. Kecintaannya kepada ilmu telah tertanam sejak masa mudanya. Pada tahun 1153 (548 H), Ibn Rusyd datang memenuhi undangan

Khalifah „Abd al-Mu‟min di istana Marakisy (Maroko, Maghrib), pada saat Khalifah itu tengah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan (madrasahmadrasah). Akan tetapi tidak diketahui secara pasti apa tugas dan kedudukan Ibn Rusyd sejak kedatangannya pertama kali ke istana itu. Dapat diduga bahwa kedatangannya saat itu adalah untuk diikutkan terlibat dalam pembinaan pendidikan lembaga-lembaga tersebut. Meskipun demikian IbnRusyd tidak mengabaikan aktivitasnya dalam bidang astronomi dengan teropong bintangnya. Namun juga tidak diperoleh data memadai yang menerangkan seberapa lama Ibn Rusyd berada di Marakisysaat itu.

Pada tahun 1169 (565 H) Ibn Rusyd diangkat menjadi qadhi di kota Seville. Setelah dua tahun menduduk ijabatan tersebut, Ibn Rusyd kemudian diangkat menjadi pejabat qadhi di Cordova pada tahun 1171 (567 H). dengan jabatannya yang terakhir ini Ibn Rusyd sering melakukan perjalanan (Dinas) dari dan ketiga kota besar di kerajaan Muwahhidin itu. Oleh karenanya kadang-kadang Ibn Rusyd dapat dijumpai di Marakisy, kadang-kadang di Seville, dan kadang-kadang juga di Cordova. Kemudian pada tahun 1179 (575 H) Ibn Rusyd diangkat menjadi qadhi di Seville untuk kedua kalinya. Pada tahun 1182 (578 H) Ibn Rusyd diundang ke

Marikisy Untuk diangkat menjadi dokter istana bagi khalifah Abu Ya‟qub Yusuf, menggantikan Ibn Thufail, meskipun telah meletakan jabatannya sebagai dokter istana namun Ibn Rusyd masih menjabat sebagai wazir. Akan tetapi tidak seberapa lama kemudian Ibn Thufail pun meninggal dunia pada tahun 1185 (580

H). Pada tahun 1184 (580 H), Khalifah Abu Ya‟qub Yusuf meninggal dunia dan kekuasaan di gantikan oleh putranya, Abu Yusuf Ya‟qub yang bergelar alManshur. Padamulanya Khalifah baru ini memperlakukan Ibn Rusyd dengan baik sebagaimana pendahulunya, dan Ibn Rusyd pun masih sempat memperoleh penghormatan sebagaimana sebelumnya, bahkan Ibn Rusyd sangat bersahabat dengan Abu Yusuf Ya‟qub.

Akan Tetapi keadaan tersebut menjadi berubah sejak khalifah Abu Yusuf Ya‟qub tidak mendapat dukungan dari para fuqaha Andalusia untuk melakukan serangan terhadap kaum Kristen Andalusia. Pada akhirnya Ibn Rusyd menjadi korban fitnah, sehingga Ibn Rusyd diberhentikan dari segala tugas dan kedudukan, lalu diusir dari Marakisy dan diasingkan ke Lucena (Lausanne) padatahun 1195, sebuah kota kecil di sebelah tenggara Cordova, yang merupakan daerah “pembuangan” dandulu merupakan pemukiman orang-orang Yahudi. Khalifah menjatuhkan putusannya itu semata-mata didasarkan atas laporan orangorang yang mengadukan sikap, perilaku, dan pandangan teologis Ibn Rusyd. Jadi Khalifah tidak menjatuhkan hukuman itu kecuali berdasar informasi-informasi yang diterimanya.[8]

Membicarakan Ibnu Rusyd sebagai seorang failosuf bukanlah sesuatu yang asing, baik oleh umat Islam atau non Islam terutama di dunia Barat, karena ia terkenal dengan pemikiran filsafatnya, sehingga muncul suatu ungkapan

“Aristoteles dikembalikan tanpa basa basi ke Barat yang merupakandunianya bersama Averroes muridnya yang besar”. Lain halnya membicarakan Ibnu Rusyd sebagai seorang politik tidak sepopuler dia sebagai seorang failosuf. Sejarah tidak bersikap adil terhadap orang besar seperti Ibnu Rusyd mengenai jasanya dibidang politik. Kebesaran di lapangan falsafat dibesar-besarkan di zaman pertengahan, baik hasil karyanya yang mengagungkan, dan kebesarannya di bidang kedokteran, Astronomi dan lapangan ilmu lainnya.

Tetapi di lapangan “politik” tidak pernah disinggung kebesaran Ibnu Rusyd. Bukan tidak ada buku-buku hasil karyanya di dalam politik, bukan tidak pernah dia bekerja dilapangan pemerintahan. Dan tidak kurang pendapat yang dilahirkannya mempunyai nilai yang tinggi. Anehnya sejarah tidak memasukkan

Ibnu Rusyd sebagai seorang “politikus” yang ulung,yang sejajar kedudukannya dengan politik Islam lainnya. Kendatipun demikian, ada beberapa alasan untuk menelusuri pemikiran “politik” Ibnu Rusyd. pertama, pemerintahan Islam di tempat kelahirannya (Andalusia) yang berjalan lebih kurang 8 abad yang mengakui kejayaannya, tidak mungkin kosong sama sekali dari seorang politikus. Kedua, aktivitas Ibnu Rusyd sendiri yang memberi komentar-komentar terhadap buku-buku dari failosuf-failosuf Yunani (Aristoteles dan Plato), tidak masuk akal, sarjana seperti Ibnu Rusyd tidak mempunyai apa-apa dalam Ilmu Politik.

Ketiga, Ibnu Rusyd termasuk salah seorang Failosuf muslim tidak mungkin meninggalkan satu bagian dari falsafat yaitu “Ilmu Politik”.Bukti beliau pernah berpolitik :Ibnu Rusyd menjabat pekerjaan hakim dalam pemerintahan sampai tingkat yang tinggi yaitu sebagai Ketua Mahkamah Agung (Qadhi all Jama‟ah), jabatan hakim dipangkunya selama 16 tahun (565 sampai 521H).Ibnu Rusyd juga dikenal sebagai bapa sekuler di dataran Barat ini membantah terhadap pemerintahan yang diktator pada masanya: sebuah hukum yang dikatakan Ibn Rusyd dengan istilah yang diciptakannya sendiri dengan istilah Wahdaniyyah Al-Tasalluth (kekuasaan yang egois). Sebagaimana telah ia tegaskan bahwa pemimpin yang zalim “alladzi yaqumu bi al-hukmi fi sabili nafsihi, la fi sabil ummah”.[9]

Karya-karya Ibn Rusyd

Produktifitas karangan-karangannya itu karena dia memang sosok yang mengabdikan ilmu baik lewat belajar mengajar, membaca dan mengarang buku.Tidak satu haripun yang lewat tanpa belajar kecuali dua malam saja, yaitu malam perkawinannya dan meninggalnya sang ayah.[10]Ibnu Rusyd memang banyak mengarang buku, tetapi yang asli berbahasa Arab sampai ke tangan kita sekarang hanya sedikit. Sebagian darinya adalah buku-buku yang telah diterjemahkan ke dalam Latin dan Yahudi.

Sebagian besar karya Ibn Rusyd musnah bertahun-tahun terakhir hidupnya, yaitu ketika dirinya diterpa fitnah, dimana penguasa yang dikarenakan dorongan dan dukungan para ulama atau mereka yang disebut sebagai agamawan memusuhinya karena pergumulannya dengan filsafat, menganggap Ibnu Rusyd telah menyeleweng dari akidah yang benar. Maka beberapa tokoh yang dituduh telah mempelajari filsafat dan ilmu-ilmu kuno („ulum al-awa‟il) diasingkan dan buku-bukunya pun dibakar atas perintah Khalifah, kecuali buku-buku tentang kedokteran, hitung matematika, dan astronomi.[11]

Karangannya meliputi berbagai-bagai ilmu, seperti : fiqh, usul, bahasa, kedokteran, astronomi, politik, akhlak, dan filsafat. Tidak kurang dari sepuluh ribu lembar yang telah ditulisnya. Buku-bukunya adakalanya merupakan karangan sendiri, atau ulasan, atau ringkasan. Karena sangat tinggi penghargaannya terhadap Aristoteles, maka tidak mengherankan kalau ia memberikan perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan meringkaskan filsafat Aristoteles.

Buku-buku lain yang telah diulasnya ialah buku-buku karangan Platon, Iskandar Aphrodisias, Platinus, Galinus, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan Ibnu Bajjah.[12]Ibn Rusyd adalah seorang filosof Muslim terbesar di Barat pada Abad Pertengahan. Demikian juga pengakuan Henry Corbin, dan pada Masa Ibn Rusyd itu filsafat Islam mencapai puncaknya. Ia termasuk salah satu tokoh pemikir yang sangat produktif. Karya-karyanya meliputi berbagai bidang, seperti filsafat, kalam, fiqih, falak, nahwu, dan kedokteran.

Di antara karangan-karangannya dalam soal filsafat ialah :

  1. Tahafutul Tahafut, Kitab ini berupaya menjabarkan dengan menyanggah butir demi butir keberatan terhadap al-Ghazali. Tahafut at-Tahafut lebih luwes daripada fashl dalam menegaskan keunggulan agama yang didasarkan pada wahyu atas akal yang dikaitkan dengan agama yang murni rasional. Akan tetapi, Tahafut at-Tahafut juga setia kepada Fashl, melalui pandangan terhadap diri Nabi yang mempunyai akl aktif untuk melihat gambarangambaran secara rasional. Seperti halnya juga para filsuf, dan yang mengubah gambaran-gambaran tersebut dengan mengubah imajinasi menjadi simbolsimbol yang sesuai kebutuhan orang awam. Dengan demikian, rasioanlisme religius Ibnu Rusyd bukan sekedar reduksionisme, seperti halnya paham AlMuwahhidun, ini merupakan keyakinan pada kemungkinan untukmembangun kemabli rantai penalaran secara aposteriori.[13]
  1. Risalah fi Ta‟alluqi „Ilmillahi „an „Adami Ta‟alluqihi bil-juziyat.
  2. Tafsiru ma ba‟dath-Thabiat.
  3. Fashlul-Maqal fi ma Bainal-himaah wasy-Syirah Minal-Ittishal (ilmu kalam).Berisi keterangan yang menunjukkan adanya persesuaian antara filsafat dan syari‟ah
  4. Al-Kasyfu „an Manahjil „Adilag fi „aqaidi Ahli Millah.
  5. Naqdu Nadhrariyat Ibnu Sina „Anil-Mukmin Lidzatihi wal Mukmin Ligharihi.
  6. Risalah fil-Wujudil-Azali wal-Wujudil- Muaqqat.
  7. Risalah fil-Aqli wal-Ma‟quili.Bidayatul-Mujtahid, ilmu fiqh yang Berisi perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyebutkan alasan masingmasing. Mengenai Ijma‟ ini, tidak satupun karya Ibn Rusyd yang secara khusus membicarakannya. Pandangannya mengenai ijma‟ tersebar di berbagai karyanya seperti dalam Bidayat al-mujtahid dan Fashl al-Maqal secara acak. Ibn Rusyd menganggap ijma‟ sebagai sumber hukum islam yang tidak berdiri sendiri. Yakni bahwa ijma‟ bias abash sebagai sumber hokum apabila ada sandaran salah satu atau lebih sumber hukum Islam yang lain yaitu al-Qur‟an, hadits dan ijtihad. Hal ini dinyatakan dalam Bidayatul alMujtahid. Dengan mengikuti tradisi para mujtahid, Ibn Rusyd membagi ijma‟ menjadi dua jenis. Pertama, ijma‟ yang terjadi karena kebulatan suara dari para mujtahid dan masyarakat umum mengenai hal-hal yang fundamental dalam islam seperti mengenai shalat, zakat, dan sebagainya. Kedua, ijma‟ yang terjadi karena konsensus dari para mujtahid sendiri dalam hal ini orang umum secara otomatis menyetujui konsensus para mujtahid tersebut. Ijma‟ jenis kedua ini berkenaan dengan hal-hal yang tidak fundamental dalam islam tetapi hanya rincian-rincian dari fundamental-fundamental tersebut.

Atas dasar itu semua, Ibn Rusyd menunjukkan adanya nash dalam syara‟ di mana terjadi ijma‟ kaum Muslimin untuk berpegang kepada arti lahirnya, ada nash yang lain dimana ijma‟ mereka sepakat untuk menta‟wilnya dan nash yang lain lagi di mana ijma‟ mereka memutuskan bahwa nash itu diperselisihkan apakah perlu dita‟wil atau tidak. Lebih lanjut Ibn Rusyd menyatakan bahwa ijma‟ hanya bisa terjadi pada hal-hal yang praktis tidak pada hal-hal  yang bisa teoritis.

Memang pada awalnya, Ibnu Rusyd seakanakan menyebut kemungkinan adanya ijma‟ pada hal-hal teoritis itu dengan syarat-syarat tertentu yang dia sebutkan. Namun setelah disimak dengan seksama syarat-syarat tersebut, ternyata lebih menunjukkan kepada ketidakmungkinan. Dan itu bisa dilihat dari kesimpulan yang diambilya.[14]Manahij al Adillah fi Aqaidi Ahl al-Millah (ilmu kalam), Buku ini menguraikan tentang pendirian aliran ilmu Kalam dan hikmah-hikmahnya.

Berikut ini adalah karya-karya Ibn Rusyd yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber, terutama dari Mawsu‟ab al-Falsafah dan Ibn Rusyd wa alRusydiyyah, atau kecuali jika disebutkan sumber lain.

  1. Kitab Al-Kulliyyat fi al-Thibb. Buku dalam bidang kedokteran ini ditulis sebelum tahun 1162 (558 H).
  2. Kitab al-Hiyawan, di selesaikan di Seville pada tahun 1169 (565 H).
  3. Syarh Kitab al-Burhan (ulasan buku demonstratione), di kota Seville pada tahun 1170 (566 H).
  4. syarh al-Sama‟ wa al-alam (ulasan buku de Caelo et Mundo), di Seville pada tahun 1171 (567 H).
  5. talkbish Kitab al-Khathabah (ringkasan buku rhetorica), di Cordova pada tahun 1174 (570 H).
  6. Talkhish Kitab al-Syi‟r (ringkasan buku poetica), di Cordova pada tahun 1174 (570 H).
  7. Talkhish Ma ba‟d al-Thabi‟ah (ringkasan buku Metaphysica), di Cordova pada tahun 1174 (570 H).
  8. Talkhish Kitab al-Akhlaq li Aristhuthalis (ringkasan buku ethica nicomachea), pada tahun 1176 (572 H).
  9. Beberapa bagian dari Kitab Al-Jirm al-Samawi (Benda-benda langit), di tulis di Marakisy pada tahun 1178 (574 H) dan diselesaikannya di Seville pada tahun 1179 (575 H).
  10. Talkhish Kitab al-Himmiyat karya Galen, pada tahun 1193 (589 H).
  11. Persoalan-persoalan logika (al-Manthiq), ditulis pada saat menjalani pembuangan di Lucena, tahun 1195 (592 H).
  12. Syarh Kitan al-nafs, teks berbahasa Arab separuhnya telah hilang, dan yang ada dalam terjemahan bahasa Latin sebanyak 6 juz.
  13. Syarh al-Sama‟ al-Thabi‟i (ulasan atas buku physica), ditulis pada tahun 1186 (582 H).
  14. Talkhish Madkhal Furfuriyus (ringkasan buku pengantar Logika karya Porphyry), manuskrip terdapat di Leiden dan di Florence.
  15. Talkhish Kitab al-Maqulat (ringkasan buku Categoriae), manuskrip terdapat di Leiden dan Florence. Teks berbahasa Arab diterbitkan oleh Maurice Bouyges di Beirut tahun 1932.
  16. Talkhish Kitab al-Ibarah, manuskrip terdapat di Leiden dan Florence.
  17. Talkhish Kitab al-Qiyas, Manuskrip terdapat di Leiden dan Florence.
  18. Talkhish Kitab al-Burhan li Aristhu, manuskrip terdapat di Leiden dan Florence.
  19. Talkhish Kitab al-Jadal, manuskrip terdapat di Leiden dan Florence, dan diterbitkan di Kairo tahun 1980.
  20. Talkhish Kitab al-Safsathah (ringkasan buku Sophistica), manuskrip terdapat di Leiden dan Florence.
  21. Talkhish al-Sama‟ al-Thabi‟i (ringkasan buku Physica), ditulis di Seville pada tahun 1170 (566 H). Dalam bahasa Latin buku ini dikenal sebagai terdapat di Musium Britannia nomor 9061.
  22. Talkhish Kitab al-Hass wa al-Mahsus, ditulis pada tahun 1170 (566 H). Manuskrip terdapat di perpustakan Aya Sophia Istanbul, dan di Perpustakaan Nasional Paris dalam bentuk manuskrip dengan hurup Ibrani.
  23. Tahafut al-Tahafut, buku ini merupakan buku Ibn Rusyd yang paling terkenal karena isinya bertujuan menyanggah serangan Al-Ghazali terhadap paara filosof dan upayanya untuk membela filsafat. Diterbitkan di Kairo bersama buku Tahafut al-Falasifah karya Al-Ghazali dan Tahafut al-Falasifah karya Khawjah Zadeh oleh Al-Mathba‟ah al-Alamiyah pada tahun 1885 dari manuskrip Istanbul.
  24. Fashl al-Maqal fi Ma Bayn al-Hikmah wa al-Syari‟ah min wa al-Ittishal.
  25. Al-Kasyf „an Manahij al-Adillah fi Aqa‟id al-Millah, ditulis di Seville pada tahun 1179 (575 H).
  26. Dhaminah li Mas‟alah al-Ilm al-Qadim, merupakan apendiks yang terdapat pada buku Fashl al-Maqal.
  27. Maqalah fi Ittishal al-Aql bi al-Insan, manuskrip terdapat di Escoreal.
  28. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid dalam bidang fiqih, telah diterbitkan berulang-ulang, di Kairo, Beirut, dan beberapa tempat lain.
  29. Syarh al-Urjuzah li Ibn Sina, yakni uraian yang dibuat untuk mengulas baitbait syair Ibn Sina menngenai kedokteran.
  30. Masalah mengenai penolakannya terhadap Ibn Sina yang membagi mawjudat menjadi mumkin „ala al-ithlaq (the absolutely possible).
  31. kitab yang berbicara mengenai penolakan Al-Farabi terhadap Aristoteles tentang tartib (tatanan), qawanin al-barahin (aturan pembuktian), dan alhudud (batasan) dalam Analytica posteriora.
  32. Kitab al-atsar al-Uwiyyah (Meteorologica).
  33. Kitab al-Kawn wa al-Fasad (de Generatione et Corruptione).[15]

Buku-buku yang dikarang oleh Ibnu Rusyd banyak sekali dari berbagai disiplin ilmu: Filsafat, Kedokteran, Politik, Fikih, dan masalah-masalah agama. sebagian karya-karyanya banyak yang hilang dan ada juga yang dibakar dikeranakan beberapa sebab diantaranya. Pertama, tulisan-tulisannya yang asli bahasa arab mengandung anti filsafat dan filosof.

Kedua, di Timur ilmu dan filsafat mulai dikurbankan demi berkembangnya gerakan-gerakan mistis dan keagamaan, akibat dari pertarungan antara kaum agamawan dan filosof mengakibatkan Ibnu Rusyd mendapatkan celaan dan siksaan serta diusirnya dia dari tanah kelahirannya sampai-sampai beliau dianggap sebagai mulhid. Latar belakang dari pertarungan itu hanya untuk mendapatkan kekuasaan politik. buku ini memuat pandangan kontroversial Ibn Rushd yang pernah menggemparkan dunia Eropa pertengahan abad ke-13.

  1. Buku lainnya yang juga penting dalam bidang hukum Islam/fiqh, adalah Bidayah al-Mujtahid (permulaan bagi Mujtahid). Buku ini merupakan suatu studi perbandingan hukum Islam, di mana di dalamnya diuraikan pendapat Ibn Rusyd dengan mengemukakan pendapat-pendapat imamimam mazhab.
  2. Kitab al Kulliyat fi al Thib, telah diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul Coliget
  3. Dhamimah li Masalah al Qadim.

Antara karya besar pernah dihasilkan Ibnu Rusyd ialah „Kulliyah fit-

Thibb‟yang mengandungi 16 jilid ilmu perubatan secara umum; „Mabadil Falsafah‟ (Pengantar Ilmu Falsafah); „Tafsir Urjuza‟ yang membicarakan perubatan dan tauhid. Karya lain, „Taslul‟ buku mengenai ilmu kalam; „Kasyful Adillah‟ yang mengungkap persoalan falsafah dan agama; dan „Muwafaqatil Hikmah Wal Syari‟a‟ yang menyentuh persamaan antara falsafah dengan agama. Beliau juga telah menulis sebuah buku mengenai muzik yang diberi judul “De

Anima Aristoteles” (Commentary on the Aristotle‟s De Animo).

Sebelum meninggal dunia, beliau telah menghasilkan bukunya yang terkenal Al Taysir. Buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Inggeris dengan judul Faclititation of Treatment. Kematiannya merupakan kehilangan yang cukup besar kepada kerajaan dan umat Islam di Sepanyol. Beliau tidak meninggalkan sebarang harta benda melainkan ilmu dan tulisan dalam pelbagai bidang seperti falsafah, perubatan, ilmu kalam, falak, fiqh, muzik, kaji bintang, tata bahasa, dan nahwu.

Karya tulisan beliau membuktikan penguasaan Ibnu Rusyd dalam berbagai bidang dan cabang ilmu sehingga usaha untuk menterjemahkan tulisannya dilakukan ke dalam bahasa lain. Buku Kulliyah fitThibb diterjemahkan kendalam bahasa Latin pada 1255 oleh Bonacosa. Buku itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul General Rules of Medicine. Hasil pemikiran yang dimuatkan dalam tulisannya, terutama dalam bidang falsafah, mempengaruhi ahli falsafah Barat.[16]

[1] Amroeni, 2010, Filsafat Islam Buat Yang Pengen Tahu, Jakarta: Erlangga, hal.73

[2] el-Hady, Aminullah, 2004, IbnuRusyd Membela Tuhan: Filsafat Ketuhanan Ibnu Rusyd, Surabaya: lembaga pengkajian Agama dan masyarakat (LPAM), hal. 25-28

[3] Sudarsono, 2010,Filsafat Islam,Jakarta: PT RINEKA CIPTA, hal.93

[4] Bakry Hasbullah, 1984, Disekitar Filsafat Skolastik Islam, Jakarta: Tintamas, hal.68

[5] C.A. Qadir.1991 “Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam” Jakata : Yayasan Obor.

[6] http://fadlyrasta.blogspot.com/2011/04/ibnu-rusyd-sang-filosof-muslim.html

[7] http://rachmatfatahillah.blogspot.com/2011/10/biografi-ibn-rusyd-karya-kontribusi.html

[8] Ibid: Op. Cit: Hal: 31-38

[9] http://kisahislamikita.blogspot.com/2012/02/ibn-rusyd.html

[10] Zainal Abidin Ahmad, 1975, Riwayat Ibnu Rusyd Filosof Islam Terbesar di Barat, Jakarta: Bulan Bintang, hal.32

[11] El- Hady Aminullah, 2004, Ibnu Rusyd Membela Tuhan: Filsafat Ketuhanan Ibn Rusyd, Surabaya: LPAM, hal. 41-42.

[12] Ibid: Op. Cit: hal. 94-95

[13] http://syafieh.blogspot.com/2013/05/pemikiranfilsafatislamibnurusyd.html#ixzz3OVjizqO1

[14] Yusuf suyudono, 2008, bersama ibn rusyd menengahi filsafat dan ortodoksi, Semarang: Walisongo press, hal. 27-28

[15] El-Hady Aminullah, Ibit, hal. 41-48

[16] http://kisahislamikita.blogspot.com/2012/02/ibn-rusyd.html

Baca Juga: