Menu Tutup

Apakah Kendaraan Wajib Dizakati?

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu. Zakat merupakan ibadah sosial yang bertujuan untuk membersihkan harta, mengentaskan kemiskinan, dan menyeimbangkan distribusi kekayaan di masyarakat. Zakat juga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah diberikan-Nya.

Namun, tidak semua harta yang dimiliki oleh seorang muslim wajib dizakati. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi agar harta tersebut termasuk dalam kategori harta zakat. Menurut Dr. Yusuf al-Qaradhawi, ada lima syarat harta zakat, yaitu:

  1. Milik penuh, artinya harta tersebut sepenuhnya menjadi hak milik seseorang tanpa ada campur tangan pihak lain.
  2. Berkembang, artinya harta tersebut memiliki potensi untuk bertambah atau menghasilkan keuntungan.
  3. Cukup senisab, artinya harta tersebut mencapai batas minimal yang ditetapkan syariat untuk dikeluarkan zakatnya, yaitu senilai 85 gram emas murni atau setara dengan 20 dinar atau 595 gram perak atau setara dengan 200 dirham.
  4. Lebih dari kebutuhan biasa, artinya harta tersebut melebihi kebutuhan pokok seseorang untuk hidup layak dan tidak tergolong dalam harta qunyah (harta penunjang hidup) seperti pakaian, perabot rumah tangga, kendaraan pribadi, dan sebagainya.
  5. Bebas dari hutang, artinya harta tersebut tidak terikat dengan kewajiban membayar hutang yang mengurangi jumlahnya di bawah nisab.
  6. Berlalu setahun (haul), artinya harta tersebut telah dimiliki selama satu tahun hijriyah atau 354 hari sejak mencapai nisab.

Berdasarkan syarat-syarat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kendaraan seperti mobil atau motor tidak termasuk dalam harta zakat jika digunakan sebagai sarana penunjang hidup atau transportasi pribadi. Hal ini karena kendaraan tersebut termasuk dalam harta qunyah yang tidak wajib dizakati. Dalilnya adalah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

“Tidak ada kewajiban atas seorang muslim untuk menzakati hamba sahayanya dan kuda tunggangannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda:

“Tidaklah seorang muslim itu berkewajiban menzakati hamba sahayanya kecuali zakat fitrah.” (HR Muslim)

Kendaraan dapat diqiyaskan dengan kuda tunggangan yang merupakan sarana transportasi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, kendaraan yang digunakan sebagai sarana penunjang hidup tidak wajib dizakati.

Namun, status kendaraan sebagai harta qunyah dapat berubah menjadi harta zakat jika status dan fungsi kendaraan tersebut berubah. Ada dua kemungkinan perubahan status dan fungsi kendaraan yang membuatnya wajib dizakati, yaitu:

  1. Menjadi barang dagangan, artinya kendaraan tersebut dibeli dengan niat untuk dijual kembali atau diperdagangkan. Dalam hal ini, kendaraan tersebut termasuk dalam harta zakat perdagangan yang harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari nilai kendaraan tersebut jika telah mencapai nisab dan haul. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (QS At-Taubah: 34)

Dalam ayat ini, Allah SWT mengancam orang-orang yang menyimpan emas dan perak tanpa menzakatinya. Para ulama bersepakat bahwa ayat ini mencakup semua jenis harta perdagangan yang disamakan dengan emas dan perak. Kendaraan yang diperdagangkan termasuk dalam jenis harta perdagangan yang harus dikeluarkan zakatnya.

  1. Menjadi barang sewaan, artinya kendaraan tersebut disewakan kepada orang lain untuk mendapatkan penghasilan. Dalam hal ini, kendaraan tersebut termasuk dalam harta zakat pertanian atau hasil usaha yang harus dikeluarkan zakatnya sebesar 10% atau 5% dari penghasilan sewa kendaraan tersebut jika telah mencapai nisab dan haul. Dalilnya adalah firman Allah SWT:

“Dan Dia-lah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma dan tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah hak-haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al-An’am: 141)

Dalam ayat ini, Allah SWT memerintahkan untuk menunaikan hak-hak dari hasil pertanian dengan disedekahkan kepada fakir miskin. Para ulama bersepakat bahwa ayat ini mencakup semua jenis harta pertanian atau hasil usaha yang disamakan dengan hasil pertanian. Kendaraan yang disewakan termasuk dalam jenis harta pertanian atau hasil usaha yang harus dikeluarkan zakatnya.

Baca Juga: