Menu Tutup

Pengertian Hadits

Dilihat dari pendekatan kebahasaan, hadits berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata hadatsa, yahdutsu, hadtsan, haditsan dengan pengertian yang bermacam-macam. Kata tersebut misalnya dapat berarti al-jadid min al-asy ya’ sesuatu yang baru, sebagai lawan dari kata al-qadim yang artinya sesuatu yang sudah kuno atau klasik.

Kata al-hadits kemudian dapat pula berarti al-khabar yang berarti ma yutahaddats bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan atau diberitakan dan dialihkan dari seseorang kepada orang lain. Hadits dengan pengertian al-khabar sebagaimana tersebut dalam beberapa ayat al-Qur’an, Allah swt. Berfirman:

“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal Al Quran itu jika mereka orang-orang yang benar.”  (Q.S. Ath-Thur (52): 34)

“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).”(Q.S. Al-Kahfi (18): 6)

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, Maka hendaklah kamu siarkan.” (Q.S. Adh-Dhuha (93): 11)

Berdasarkan informasi ayat-ayat di atas, kita dapat memperoleh suatu pengertian bahwa pengertian hadits dari segi bahasa lebih ditekankan pada arti berita atau khabar.

Hadits menurut istilah (terminologi) para ahli memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda, hal ini antara lain disebabkan karena perbedaan cara pandang yang digunakan oleh masing-masing dalam melihat suatu masalah.

Para ahli hadits misalnya berpendapat bahwa hadits adalah segala perkataan Nabi, perbuatan, dan ihwalnya. Adapun yang dimaksud dengan hal ihwal  adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi saw. yang berkaitan dengan hikmah, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.

Sebagian ahli hadits (muhadditsin) berpendapat bahwa pengertian hadits di atas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai cakupan pengertian yang lebih luas tidak terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi saw. (hadits marfu’) saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat (hadits mauquf) dan tabi’in (hadits maqtu’).

Ulama ushul fiqh berpendapat bahwa hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Rasulullah saw. yang berkaitan dengan hukum. Sementara. itu ulama ahli fiqih mengidentifikasikan hadits dengan sunah, yaitu sebagai salah satu hukum taklifi, suatu perbutan apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak  akan disiksa. Dalam kaitan ini ulama ahli fikih berpendapat bahwa hadits adalah sifat syari’iyah untuk perbuatan yang dituntut untuk mengerjakannya, akan tetapi tuntutan melaksanakannya tidak secara pasti, sehingga diberi pahala orang yang mengerjakannya dan tidak disiksa orang yang meninggalkannya.

Para Jumhur Ulama umumnya berpendapat, istilah lain yang semakna dengan hadits adalah sunnah, khabar dan atsar. Yang mempunyai pengertian yaitu segala sesuatu yang dinukilkan dari Rasulullah saw. sahabat atau tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapannya, baik semuanya dilakukan sewaktu-waktu saja, ataupun labih sering dan banyak diikuti oleh para sahabat.

Sumber: academia.edu

Baca Juga: