Menu Tutup

Apakah Orang yang Meninggal Harus Mengganti Puasa Wajib? Ini Penjelasan Hukumnya

Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu. Namun, ada beberapa hal yang dapat menghalangi seseorang untuk berpuasa, seperti sakit, haid, nifas, hamil, menyusui, bepergian, dan lain-lain. Dalam hal ini, orang yang tidak berpuasa harus mengganti puasanya di hari-hari lain setelah Ramadhan berakhir. Namun, bagaimana jika orang tersebut meninggal sebelum sempat mengganti puasanya? Apakah ia harus mengganti puasanya atau tidak? Dan siapa yang bertanggung jawab untuk menggantinya?

Pertanyaan ini telah dibahas oleh para ulama dari berbagai mazhab dan mereka memiliki pendapat yang berbeda-beda. Secara umum, ada dua pendapat utama tentang hukum mengganti puasa orang yang meninggal:

Pendapat Pertama: Mengganti Puasa dengan Fidyah

Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanafi. Mereka berpendapat bahwa orang yang meninggal sebelum mengganti puasanya tidak perlu digantikan puasanya oleh walinya atau ahli warisnya. Cukup dengan membayar fidyah sebesar satu mud (sekitar 600 gram) makanan pokok untuk setiap hari yang belum diganti. Fidyah ini diberikan kepada orang miskin atau fakir sebagai bentuk kafarat atau penebusan dosa.

Dalil pendapat ini adalah hadis riwayat Ibnu Umar RA bahwa Nabi SAW bersabda:

“Barangsiapa yang meninggal dan masih memiliki hutang puasa, maka hendaklah orang miskin diberi makan pada setiap hari hutang puasanya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi SAW tidak memerintahkan untuk menggantikan puasa orang yang meninggal dengan puasa, melainkan dengan memberi makan orang miskin. Ini juga sesuai dengan kaidah fiqih bahwa ibadah yang tidak dapat dilakukan oleh seseorang karena halangan yang bersifat permanen seperti kematian, maka ia tidak berkewajiban untuk melakukannya atau digantikan oleh orang lain. Contohnya adalah shalat dan haji.

Selain itu, pendapat ini juga didukung oleh beberapa ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang fidyah sebagai pengganti puasa bagi orang-orang yang berhalangan untuk berpuasa karena uzur atau sakit. Misalnya firman Allah SWT:

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)

“Dan atas orang-orang yang berpenyakit atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Dari ayat-ayat ini dapat dipahami bahwa fidyah adalah salah satu bentuk penggantian puasa bagi orang-orang yang tidak dapat melaksanakannya karena alasan yang syar’i. Oleh karena itu, fidyah juga dapat diterapkan bagi orang-orang yang meninggal sebelum sempat mengganti puasanya.

Pendapat Kedua: Mengganti Puasa dengan Puasa

Pendapat ini adalah pendapat sebagian ulama dari mazhab Syafi’i, Hanbali, dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa orang yang meninggal sebelum mengganti puasanya harus digantikan puasanya oleh walinya atau ahli warisnya. Mereka harus berpuasa sebanyak hari yang belum diganti oleh orang yang meninggal. Puasa ini dianggap sebagai bentuk ibadah yang dapat diniabatkan atau diwakilkan oleh orang lain.

Dalil pendapat ini adalah hadis riwayat Aisyah RA bahwa Nabi SAW bersabda:

“Barangsiapa yang meninggal dan masih memiliki hutang puasa, maka walinya harus menggantikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa Nabi SAW memerintahkan untuk menggantikan puasa orang yang meninggal dengan puasa, bukan dengan fidyah. Ini juga sesuai dengan kaidah fiqih bahwa ibadah yang dapat dilakukan oleh seseorang meskipun dengan kesulitan atau keterbatasan, maka ia berkewajiban untuk melakukannya atau digantikan oleh orang lain. Contohnya adalah zakat dan shadaqah.

Selain itu, pendapat ini juga didukung oleh beberapa ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang kewajiban mengganti puasa bagi orang-orang yang berhalangan untuk berpuasa karena uzur atau sakit. Misalnya firman Allah SWT:

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)

“Dan atas orang-orang yang berpenyakit atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

Dari ayat-ayat ini dapat dipahami bahwa mengganti puasa adalah salah satu bentuk kewajiban bagi orang-orang yang tidak dapat melaksanakannya karena alasan yang syar’i. Oleh karena itu, mengganti puasa juga dapat diterapkan bagi orang-orang yang meninggal sebelum sempat mengganti puasanya.

Baca Juga: