Daftar Isi:
ToggleQurban adalah salah satu ibadah yang dilakukan oleh umat Islam pada hari raya Idul Adha dan tiga hari setelahnya. Qurban berarti menyembelih hewan ternak tertentu, seperti kambing, sapi, atau unta, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menyebarkan kebaikan kepada sesama.
Namun, apakah qurban itu wajib bagi setiap muslim? Jawabannya tidak begitu sederhana, karena ada perbedaan pendapat di antara ulama tentang hukum qurban. Ada yang berpendapat bahwa qurban adalah wajib, ada yang berpendapat bahwa qurban adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), dan ada yang berpendapat bahwa qurban adalah sunnah kifayah (sunnah yang cukup jika dilakukan oleh sebagian orang).
Berikut adalah beberapa penjelasan tentang pendapat-pendapat tersebut:
Qurban adalah wajib
Pendapat ini dipegang oleh Imam Abu Hanifah dan sebagian ulama lainnya, seperti Rabi’ah, Al-Laits bin Saad, Al-Auza’ie, dan At-Tsauri. Mereka berdalil dengan ayat Al-Quran surat Al-Kautsar ayat 2 yang berbunyi: “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.” Mereka menafsirkan bahwa kata “dan” (wa) di sini menunjukkan hubungan wajibiyah antara shalat dan qurban.
Mereka juga berdalil dengan hadits Nabi SAW yang bersabda: “Barangsiapa yang telah mempunyai kemampuan untuk berkurban tetapi tidak melakukannya maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Mereka menganggap bahwa hadits ini menunjukkan ancaman bagi yang tidak berqurban, sehingga menunjukkan kewajiban qurban.
Qurban adalah sunnah muakkadah
Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Mereka berdalil dengan ayat Al-Quran surat Al-Hajj ayat 37 yang berbunyi: “Tidak sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak (pula) darahnya, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah ketakwaan dari kamu.”
Mereka menafsirkan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa qurban bukanlah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah SWT, tetapi hanya sebagai sarana untuk mendapatkan ketakwaan. Mereka juga berdalil dengan hadits Nabi SAW yang bersabda: “Tidak ada amalan anak Adam pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai Allah daripada mengalirkan darah (qurban). Sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah itu benar-benar sampai kepada Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka berbahagialah kamu dengannya.” (HR. Tirmidzi).
Mereka menganggap bahwa hadits ini menunjukkan keutamaan dan anjuran qurban, tetapi bukan kewajiban.
Qurban adalah sunnah kifayah.
Pendapat ini dipegang oleh sebagian ulama lainnya. Mereka berdalil dengan hadits Nabi SAW yang bersabda: “Barangsiapa yang mampu untuk berkurban tetapi tidak melakukannya maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Mereka menafsirkan bahwa hadits ini hanya menunjukkan makruh (dibenci) bagi yang tidak berqurban, bukan haram atau wajib.
Mereka juga berdalil dengan kenyataan bahwa Nabi SAW tidak pernah memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk berqurban setiap tahun, tetapi hanya melakukannya pada tahun-tahun tertentu. Mereka menganggap bahwa qurban adalah sunnah kifayah, artinya jika sudah ada sebagian orang yang melaksanakannya, maka sudah cukup menggugurkan tuntutan bagi orang lain yang mampu. Tetapi jika tidak ada satu pun yang melaksanakannya, maka semua yang mampu akan mendapatkan dosa.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa qurban memiliki hukum yang berbeda-beda menurut pendapat ulama. Namun, yang pasti adalah bahwa qurban adalah ibadah yang sangat mulia dan bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Oleh karena itu, sebaiknya kita tidak melewatkan kesempatan untuk berqurban jika kita memiliki kemampuan untuk melakukannya.