Menu Tutup

Batasan Perjalanan yang Mendapat Keringanan Tidak Puasa

Puasa di bulan Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu. Namun, Allah SWT memberikan keringanan bagi orang-orang yang berada dalam kondisi tertentu, seperti sakit, hamil, menyusui, atau dalam perjalanan jauh. Keringanan ini berupa boleh tidak berpuasa selama kondisi tersebut berlangsung dan menggantinya di hari lain setelah Ramadhan.

Salah satu kondisi yang mendapat keringanan puasa adalah dalam perjalanan jauh atau musafir. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 185:

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُون

Artinya: Dan barangsiapa sedang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia membatalkan dengan berbuka), maka (wajib mengganti puasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya tersebut pada hari-hari lain. Dan atas orang-orang yang mampu (tetapi tidak mau berpuasa), ada fidyah (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Dari ayat ini, kita dapat memahami bahwa Allah SWT memberikan kelonggaran bagi orang yang sedang dalam perjalanan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain. Hal ini karena perjalanan dapat menimbulkan kesulitan, kelelahan, dan bahaya bagi orang yang berpuasa. Rasulullah SAW juga memberikan contoh bahwa beliau pernah tidak berpuasa saat dalam perjalanan dan memerintahkan para sahabat untuk mengikuti beliau.

Namun, bagaimana batasan perjalanan yang memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa? Apakah setiap perjalanan dapat dikategorikan sebagai musafir? Apakah ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi?

Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan perjalanan yang memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa. Menurut Imam Hanafi, seseorang yang bepergian sejauh 1 farsah (sekitar 5 km) boleh tidak berpuasa. Menurut Imam Syafii, jarak minimal musafir boleh tidak berpuasa adalah 16 farsah (sekitar 80 km). Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, jarak minimal musafir boleh tidak berpuasa adalah 48 mil (sekitar 88 km).

Selain jarak, ada juga syarat-syarat lain yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikatakan sebagai musafir dan mendapat keringanan puasa. Berikut syarat-syarat tersebut:

  • Tujuan perjalanan harus baik dan halal, seperti menuntut ilmu, berdagang, berkunjung ke keluarga, berdakwah, berjihad, atau haji dan umrah. Tidak boleh perjalanan yang buruk dan haram, seperti berbuat maksiat, mencuri, atau membunuh.
  • Perjalanan harus dilakukan dengan niat musafir sejak awal. Jika seseorang berangkat dengan niat menetap atau tidak menentukan batas waktu perjalanannya, maka ia tidak boleh tidak berpuasa.
  • Perjalanan harus dilakukan sebelum terbit fajar. Jika seseorang sudah berniat puasa dan sudah makan sahur, lalu ia baru berangkat setelah terbit fajar, maka ia harus melanjutkan puasanya.
  • Perjalanan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa ada henti yang lama di suatu tempat. Jika seseorang berhenti di suatu tempat lebih dari empat hari (menurut pendapat mayoritas ulama), maka ia harus berpuasa di tempat tersebut.

Baca Juga: