Mengapa perempuan yang sering menjadi korban KDRT?

KDRT adalah singkatan dari kekerasan dalam rumah tangga. KDRT merupakan tindak kekerasan yang banyak terjadi di ranah personal berbasis gender. KDRT merupakan tindakan melawan hukum dan telah diatur dalam undang-undang1

Menurut UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga2

Berdasarkan definisi tersebut, KDRT dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu:

  • Kekerasan fisik: segala bentuk tindakan yang menyebabkan luka atau sakit pada tubuh korban, seperti memukul, menampar, menendang, mencubit, menjambak, mencekik, atau menggunakan senjata tajam atau benda lainnya.
  • Kekerasan seksual: segala bentuk tindakan yang melanggar kehormatan atau martabat korban sebagai manusia dan sebagai pribadi dalam hal seksualitasnya, seperti memaksa melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan, melakukan hubungan seksual dengan cara tidak wajar atau menyimpang, memperlihatkan gambar atau video porno, atau mengancam untuk menyebarluaskan gambar atau video intim korban.
  • Kekerasan psikologis: segala bentuk tindakan yang menimbulkan rasa takut, trauma, stres, depresi, rendah diri, atau hilangnya kepercayaan diri pada korban, seperti menghina, mencemooh, mengancam, memfitnah, mengucilkan, mengabaikan, atau melarang berkomunikasi dengan orang lain.
  • Penelantaran rumah tangga: segala bentuk tindakan yang menyebabkan korban tidak mendapatkan pemenuhan hak-hak dasarnya sebagai anggota rumah tangga, seperti tidak memberikan nafkah lahir dan batin, tidak memberikan perlindungan dan kesejahteraan, tidak memberikan pendidikan dan kesehatan, atau tidak memberikan bantuan dalam mengurus anak atau orang tua.

Perempuan merupakan kelompok yang paling rentan mengalami KDRT. Menurut data Komnas Perempuan tahun 2021, dari 13.571 kasus KDRT yang dilaporkan ke lembaga pelayanan terpadu (LPT), 12.953 kasus (95%) menimpa perempuan sebagai korban.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan perempuan sering menjadi korban KDRT, antara lain:

  • Ketidaksetaraan gender: perempuan masih dianggap sebagai kelompok yang lemah dan tunduk pada laki-laki dalam hubungan rumah tangga. Laki-laki sering merasa berhak untuk mengontrol dan mendominasi perempuan sesuai dengan keinginan dan kepentingannya. Hal ini dapat menimbulkan sikap otoriter dan egois pada laki-laki yang berpotensi melakukan kekerasan terhadap perempuan.
  • Budaya patriarki: perempuan masih dibebani dengan norma-norma sosial dan budaya yang membatasi ruang gerak dan ekspresi mereka. Perempuan sering diharuskan untuk menyesuaikan diri dengan peran-peran tradisional sebagai istri dan ibu yang taat dan setia pada suami. Perempuan juga sering dianggap sebagai barang milik suami yang dapat diperlakukan sesuka hati. Hal ini dapat menimbulkan sikap diskriminatif dan merendahkan pada laki-laki yang berpotensi melakukan kekerasan terhadap perempuan.
  • Faktor ekonomi: perempuan sering mengalami ketergantungan ekonomi pada laki-laki dalam hubungan rumah tangga. Perempuan sering tidak memiliki akses dan kontrol terhadap sumber-sumber ekonomi, seperti pendapatan, aset, atau modal. Perempuan juga sering tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai untuk mencari penghasilan sendiri. Hal ini dapat menimbulkan sikap pasif dan tidak berdaya pada perempuan yang berpotensi menjadi korban kekerasan dari laki-laki.
  • Faktor psikologis: perempuan sering mengalami tekanan psikologis dalam hubungan rumah tangga. Perempuan sering menghadapi konflik atau masalah yang sulit diselesaikan, seperti perselingkuhan, persaingan, cemburu, atau ketidakpuasan. Perempuan juga sering mengalami stres atau depresi akibat beban kerja rumah tangga yang berat atau tuntutan sosial yang tinggi. Hal ini dapat menimbulkan sikap emosional dan tidak stabil pada perempuan yang berpotensi menjadi korban kekerasan dari laki-laki.
  • Faktor hukum: perempuan sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan perlindungan hukum dari KDRT. Perempuan sering tidak mengetahui hak-hak mereka sebagai korban atau prosedur hukum yang harus diikuti. Perempuan juga sering tidak memiliki dukungan sosial atau sumber daya yang cukup untuk melaporkan atau menuntut pelaku. Perempuan juga sering menghadapi hambatan budaya atau agama yang melarang mereka untuk bercerai atau meninggalkan suami. Hal ini dapat menimbulkan sikap takut dan diam pada perempuan yang berpotensi menjadi korban kekerasan dari laki-laki.

Sumber:
(1) Apa itu KDRT yang Dilaporkan Lesti Kejora? Ini Pengertian … – detikNews. https://news.detik.com/berita/d-6319611/apa-itu-kdrt-yang-dilaporkan-lesti-kejora-ini-pengertian-dan-dasar-hukumnya.
(2) 4 Bentuk KDRT, Ancaman Pidana, dan Cara Melaporkannya – Hukumonline. https://www.hukumonline.com/berita/a/kdrt-lt61bcb7f549792.
(3) Kekerasan dalam rumah tangga – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia …. https://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan_dalam_rumah_tangga.