Berkurban adalah salah satu ibadah yang dianjurkan bagi umat Islam yang mampu secara finansial. Berkurban berarti menyembelih hewan ternak tertentu pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik sebagai bentuk pengorbanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Berkurban juga merupakan cara untuk berbagi dengan orang-orang miskin dan mempererat tali silaturahmi.
Namun, bagaimana jika seorang istri ingin berkurban tanpa izin suami? Apakah hal itu diperbolehkan dalam syariat Islam? Apa hikmah dan dampaknya bagi rumah tangga? Berikut adalah beberapa poin yang dapat dijadikan bahan pertimbangan:
- Bolehkah istri berkurban tanpa izin suami?
Menurut sebagian ulama, istri boleh berkurban tanpa izin suami jika ia memiliki harta pribadi yang cukup untuk itu. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang bersabda:
“Jika seorang wanita mengeluarkan sedekah dari rumah suaminya tanpa merugikannya, maka dia akan mendapatkan pahala sedekah, suaminya juga akan mendapatkan pahala sedekah, dan orang yang mengurusnya (harta suaminya) juga akan mendapatkan pahala sedekah. Pahala mereka tidak akan saling mengurangi.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa sebulan (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan taat kepada suaminya, maka dia akan masuk surga dari pintu mana saja yang dia kehendaki.” (HR. Ahmad)
Dari kedua hadits tersebut, dapat dipahami bahwa istri memiliki hak untuk beribadah dengan harta pribadinya selama tidak merugikan suami dan rumah tangganya. Istri juga memiliki kewajiban untuk taat kepada suami dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat.
Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa istri harus meminta izin suami jika ingin berkurban dengan harta pribadinya. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang bersabda:
“Tidak boleh bagi seorang perempuan yang bersuami untuk membelanjakan harta pribadinya (tanpa seizin suaminya).” (HR. Abu Daud)
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan jika dilihat (oleh suaminya), taat jika diperintah (oleh suaminya), dan tidak menyelisihi (suaminya) dalam diri dan hartanya sehingga membuatnya benci.” (HR. Nasai)
Dari kedua hadits tersebut, dapat dipahami bahwa istri harus menghormati hak suami atas harta dan dirinya. Istri juga harus menjaga kerukunan dan keharmonisan rumah tangga dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan atau ketidakpuasan suami.