Menu Tutup

Kerajaan Safawi di Persia : Sejarah, Kemajuan dan Kemundurannya

Proses Terbentuknya Kerajaan Safawi di Iran

Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, Sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat safawiyah, yang berasal dari nama pendirinya, Safi Al-Din dan nama Safawi terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Safi al Din Al Ardabily adalah keturunan dari Imam Syi’ah yang ketujuh Musa Al-Khazim. Oleh karena itu dia masih keturunan Rasulullah dari garis puterinya Siti fatimah. Kerajaan Safawi secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz, demikian pendapat CE Bosworth dan menjadikan Syiah Itsna Asyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah yang penting ini tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa itu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni kurang lebih dua abad.

Sejak Safi Al Din mulai memimpin tarekat safawiyah sampai kepada Syah Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan safawi pada tahun 1501, tarekat safawi mengalami dua fase dalam perjuangannya :

  1. Pada masa 1301-1447 M (700-850 H), gerakan safawi masih murni gerakan keagamaan (kultural) dengan tarekat safawiyah sebagai sarana. Pengikutnya menyebar dari Persia, Syiria dan Anatolia.
  2. Pada masa 1447-1501 M tarekat safawi berubah menjadi gerakan politik (struktural), dengan pemimpinnya Junaid bin Ali. Perubahan terjadi dikarenakan ambisi politik pada diri Junaid. Karena Junaid seorang pemimpin tarekat, maka pengikutnya pun dijadikan pasukanyang diberi nama Qizilbas (surban merah yang berumbai dua belas sebagai simbol Syiah Imamah Dua Belas). Tapi usaha Junaid masih mengalami kegagalan dalam meraih ambisinya karena selalu gagal dalam menaklukkan beberapa daerah seperti Ardabil dan Chircasia, bahkan dalam tahun 1460 M mati terbunuh. Kemudian digantikan anaknya yang bernama Haidar, tapi belum berhasil juga. Sebelum meninggal, Haidar menunjuk adiknya yang paling kecil bernama Ismail. Setelah berhasil menaklukkan kota Tabriz, Ismail kenudian memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawi, dengan Syiah Itsna asyariah sebagai ideologi negara pada tahun 1501 M.
  3. Perkembangan dan Kemajuan Peradaban Kerajaan Safawi

Perkembangan dan kemajuan kerajaan safawi tidak serta merta dapat diraih ketika Syah Ismail I memimpin (1501-1524 M), tapi kejayaan kerajaan Safawi baru terwujud pada masa pemerintahan Syaikh Abbas yang Agung (1587-1628 M) raja yang kelima. Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi meliputi beberapa bidang, antara lain:

Kemajuan di bidang Politik

Kerajaan Safawi dan Turki Utsmani sebelum abad ke-17 sudah saling bermusuhan dan Safawi banyak mengalami kekalahan, namun setelah Abbas I naik tahta kerajaan Safawi dalam merebut wilayah kekuasaan Turki Utsmani banyak mengalami kemenangan. Permusuhan antara dua Kerajaan aliran agama yang berbeda ini tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke wilayah Kerajaan Turki Utsmani pada tahun 1602 M. Disaat itu Turki Utsmani berada di bawah Sultan Muhammad III. Pasukan Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan Nakh Chivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M. Selanjutnya pada tahun 1622 M., Pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmus dan mengubah pelabuhan Gumurun menjadi pelabuhan bandar Abbas.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keadaan politik kerajaan Safawi mulai bangkit kembali setelah Abbas I naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi negara dengan cara yang lebih baik. Langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam rangka memulihkan politik Kerajaan Safawi adalah:

1). Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari pusat

2). Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas Kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak Raja Tamh I

3). Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani

4). Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada khotbah Jumat

Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Secara politik dia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain di masa raja-raja sebelumnya, dengan reformasi politiknya.

Kemajuan di bidang keagamaan

Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa khafilah-khafilah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar Syi’ah menjadi agama negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi. Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang Sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya, Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agama dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia di kota Isfahan.

Kemajuan di bidang ekonomi

Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumurun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang bisa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Prancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi. Di samping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit subur (fortile crescent).

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan seni

Dalam sejarah Islam, bangsa Persia terkenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada masa Kerajaan Syafawi, khususnya ketika Abbas I berkuasa, tradisi keilmuan terus berkembang. Berkembangnya ilmu pengetahuan masa Kerajaan Syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum Syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum Syi’ah tidak seperti kaum Sunni yang mengatakan bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja. Kaum Syi’ah tetap berpendirian bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya.

Pada masa ini muncullah beberapa filosof antara lain; Ilmuwan yang melestarikan pemikiran-pemikiran Aristoteles, Al-Farabi adalah Mir Damad alias Muhammad Bagir Damad (W. 1631 M) dengan menulis buku filsafat dalam dua bahasa yaitu Arab dan persia, diantaranya yang terkenal qabasat dan taqdisat. Selain itu ada filosof yang terkenal yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, yang selalu hadir di majlis istana, begitu juga dengan Syah Abbas I yang sangat mendukung kegiatan tersebut. Adapun di bidang seni, kemajuan dalam bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, permadani dan benda seni lainnya. Serta ada peninggalan masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M.

Sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi

Seiring dengan perjalanan waktu, kerajaan Safawi, lama kelamaan mengalami masa- masa kemunduran, yang disebabkan antara lain:

  1. Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Utsmani. Berdirinya kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi’ah merupakan ancaman bagi kerajaan Utsmani, sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini.
  2. Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan Safawi. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun ssmenyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.
  3. Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash . Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
  4. Sering terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana. Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern. Hampir diseluruh wilayah muslim, periode pramodern yang berakhir dengan Intervensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan pembentukan beberapa rezim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik bangsa Eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama. Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi Persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq atau unsure unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan mandiri.

REFERENSI:

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010)

Ajib Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004)

Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang)

Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Baca Juga: