Menu Tutup

Kewajiban Mengumumkan Pernikahan

Sebuah pernikahan lazimnya disiarkan, di umumkan kepada khalayak ramai. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat akan perlukah pengumuman pernikahan dan apa hukum menyiarkannya?

1. Jumhur Ulama: Mustahab

Jumhur ulama umumnya berpendapat bahwa hukum mengumumkan pernikahan bukanlah merupakan syarat, rukun, ataupun kewajiban dalam sebuah akad pernikahan. Hukum mengumumkan pernikahan adalah mustahab (lebih disukai).[1]

Disunnahkan agar akad nikah itu diumumkan kepada publik dan tidak dirahasiakan. Dasarnya adalah sabda Rasulullah Saw:

أعْلنوا هَذَا الن كَاحَ وا حجعَلوهُ فِ الحمَسَاجِدِ وا حضرب وه عَلحيهِ بِالدُّفوف

“Umumkanlah pernikahan ini, jadikan tempatnya di dalam masjid dan pukulkan atasnya duff (rebanarebana)” (HR. Tirmidzi)[2]

Di antara hikmah dari diumumkannya akad nikah ini adalah agar pasangan itu bebas dari tuduhan zina ataupun fitnah-fitnah yang keji, dan mendapatkan keberkahan serta doa dari masyarakat[3].

Bagian dari bentuk mengumumkan pernikahan yaitu dengan menyelenggarakan acara walimah. Walimah adalah kata bahasa arab yang memiliki makna undangan makan. Dalam istilah fiqh berarti makanan yang khusus disediakan ketika pernikahan.

Jadi, walimah itu adalah nama makanan yang biasa disediakan ketika resepsi pernikahan.[4]

Namun dalam penggunaannya saat ini, maknanya mengalami pergeseran menjadi pesta pernikahan. Padahal yang namanya walimah tidak harus merupakan pesta pernikahan. Apapun acaranya, asalkan intinya makan-makan, maka disebut dengan walimah.

Dan, jangan dibayangkan bahwa kesunnahan walimah itu harus dengan membuang biaya besar, berpuluh atau beratus juta. Hutang sana hutang ke sini. Sebab apa yang disebut dengan undangan makan di masa Nabi Saw ternyata menunya sederhana saja.    أحولَََ عَلى صَفِيةَ بتحمرٍ وسََحنٍ وَأقطٍ  أنهُ

Rasulullah SAW mengadakan walimah untuk Shafiyah dengan hidangan kurma, minyak dan aqt. (HR. Bukhari)

Sedangkan untuk Abdurrahman  bin  ‘Auf radhiyallahu ‘anhu yang terbilang orang berada, Rasulullah SAW hanya menyarankan agar menyembelih seekor kambing.    أحولَح وَلَحو بشَاةٍ

Undanglah orang makan walau pun hanya dengan hidangan seekor kambing (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Imam Az-Zuhri: Harus Fasakh

Imam Az-Zuhri berpendapat bahwa mengumumkan pernikahan adalah suatu yang fardhu. Sehingga menurut pendapat ini, meskipun sebuah pernikahan sudah terpenuhi syarat dan rukunnya, tetapi kalau tidak di umumkan maka pernikahan itu dipisahkan. Begitu juga bila dua orang saksinya ikut merahasiakan kepada khalayak ramai, pernikahan itu harus dipisahkan.

[1] Wizarah al-Awqaf wa al-Su’un al-Islamiyah, al-Mausu’ah alFiqhiyah al-Kuwaitiyah, (Kuwait: Wizarah al-Awqaf wa al-Su’un al-Islamiyah, 1987), cetakan 1, jilid 41, hlm.300-301

[2] Sunan Tirmidzi, 3/398

[3] Ibn Abidin, Radd al-Muhtar ala al-Dur al-Mukhtar, (Riyadh: Daar ‘Alam Al-Kutub, 1423H),  jilid 4, hlm. 66

[4] Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Tuhfah al-Wadud bi Ahkam al-Maulud, hlm 72

Sumber: Vivi Kurniawati, Nikah Siri, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing, 2019.

Baca Juga: