Menu Tutup

Mengapa Salat Tarawih Disebut dengan Qiyam Ramadhan?

Salat tarawih adalah salah satu ibadah sunnah yang khusus dilaksanakan pada malam-malam bulan Ramadhan. Ibadah ini termasuk qiyamul lail atau salat malam, yang merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan memiliki banyak keutamaan. Namun, mengapa salat tarawih disebut dengan qiyam Ramadhan? Apa bedanya dengan salat malam lainnya?

Etimologi Kata Tarawih dan Qiyam

Kata tarawih berasal dari bahasa Arab yang berbentuk jamak dari kata tarwihah, yang artinya istirahat. Hal ini karena orang yang melakukan salat tarawih biasanya beristirahat setelah melaksanakan salat empat rakaat. Kata tarawih juga bisa berarti banyak istirahat.

Kata qiyam berasal dari kata qama yang artinya berdiri. Dalam konteks ibadah, qiyam berarti berdiri dalam salat, khususnya salat malam. Qiyamul lail adalah istilah umum untuk salat malam, sedangkan qiyam Ramadhan adalah istilah khusus untuk salat malam di bulan Ramadhan.

Hukum Salat Tarawih dan Qiyam Ramadhan

Para ulama sepakat bahwa salat tarawih dan qiyam Ramadhan hukumnya sunnah muakkad, yaitu sangat dianjurkan oleh syariat Islam. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR Bukhari nomor 37 dan Muslim: 759)

Hadits ini memberitahukan bahwa salat tarawih dan qiyam Ramadhan bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.

Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An-Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil.

Salat tarawih dan qiyam Ramadhan dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Salat ini merupakan salah satu syiar Islam.

Sejarah Salat Tarawih dan Qiyam Ramadhan

Salat tarawih dan qiyam Ramadhan sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW sejak awal turunnya wahyu. Beliau biasanya melaksanakannya sendirian di rumahnya atau di masjid. Pada suatu malam di bulan Ramadhan, beliau shalat di masjid, lalu banyak orang shalat mengikuti beliau. Pada hari ketiga atau keempat, jamaah sudah berkumpul (menunggu Nabi) tapi Rasulullah SAW justru tidak keluar menemui mereka. Pagi harinya beliau bersabda:

“Sunnah apa yang kalian lakukan tadi malam. Akan tetapi aku takut sekali bila salat ini diwajibkan pada kalian.” (HR Bukhari nomor 1129 dan Muslim: 761)

Sayyidah ‘Aisyah berkata, “Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan.” (HR Bukhari nomor 1130 dan Muslim: 762)

Dari hadits ini kita mengetahui bahwa Rasulullah SAW tidak melarang salat tarawih dan qiyam Ramadhan secara berjamaah, tetapi beliau khawatir jika salat ini diwajibkan oleh Allah, maka umatnya tidak mampu melaksanakannya. Oleh karena itu, beliau lebih suka shalat sendirian di rumahnya .

Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat masih melaksanakan salat tarawih dan qiyam Ramadhan secara berjamaah, tetapi tidak serempak. Ada yang shalat di masjid bersama sebagian sahabat, ada yang shalat di rumah bersama keluarganya, dan ada yang shalat sendirian. Hal ini berlangsung sampai masa kekhalifahan Umar bin Khattab.

Pada suatu malam di bulan Ramadhan, Umar bin Khattab keluar untuk melihat keadaan umatnya. Beliau melihat bahwa mereka shalat secara berjamaah dengan imam yang berbeda-beda di masjid Nabawi. Beliau berkata:

مَا أَحْسَنَ هَذِهِ الْبِدْعَةُ وَلَكِنَّ الَّذِي تُنْجِزُونَهُ أَوْلَى لَوْ تُنْجِزُونَهُ فِي آخِرِ اللَّيْلِ

“Betapa baiknya bid’ah ini. Akan tetapi yang kalian lakukan lebih baik jika kalian lakukan di akhir malam.” (HR Bukhari nomor 2010 dan Muslim: 761)

Kemudian beliau mengumpulkan mereka di bawah satu imam, yaitu Ubay bin Ka’ab. Beliau juga mengumpulkan para wanita di belakang satu imam lainnya, yaitu Tamim Ad-Dari. Beliau memerintahkan mereka untuk shalat 20 rakaat tanpa witir .

Dari sini kita mengetahui bahwa Umar bin Khattab adalah orang yang pertama kali mengorganisir salat tarawih dan qiyam Ramadhan secara berjamaah dengan satu imam di masjid Nabawi. Beliau menyebutnya sebagai bid’ah hasanah, yaitu bid’ah yang baik dan sesuai dengan syariat Islam. Hal ini karena beliau mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang pernah shalat berjamaah dengan umatnya di bulan Ramadhan .

Keputusan Umar bin Khattab ini mendapat dukungan dari para sahabat lainnya, termasuk Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua sepakat bahwa salat tarawih dan qiyam Ramadhan secara berjamaah adalah sunnah muakkad yang harus dilaksanakan oleh umat Islam .

Jumlah Rakaat Salat Tarawih dan Qiyam Ramadhan

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah rakaat salat tarawih dan qiyam Ramadhan yang paling utama. Ada yang mengatakan 20 rakaat tanpa tanpa witir, ada yang mengatakan 11 rakaat dengan witir, ada yang mengatakan 13 rakaat dengan witir, dan ada yang mengatakan tidak ada batasan tertentu.

Pendapat yang paling kuat adalah bahwa salat tarawih dan qiyam Ramadhan tidak memiliki jumlah rakaat yang baku, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan keikhlasan masing-masing. Hal ini berdasarkan hadits dari ‘Aisyah, beliau ditanya tentang salat malam Rasulullah SAW, beliau menjawab:

مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاثًا

“Beliau tidak menambah di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan dari 11 rakaat. Beliau shalat empat rakaat, maka janganlah engkau bertanya tentang keindahan dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat, maka janganlah engkau bertanya tentang keindahan dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” (HR Bukhari nomor 1147 dan Muslim: 738)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW biasa shalat malam dengan 11 rakaat termasuk witir, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Namun, hal ini bukan berarti bahwa jumlah ini adalah batas maksimal atau minimal. Sebab, ada riwayat lain yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah shalat malam dengan jumlah rakaat yang lebih banyak atau lebih sedikit.

Misalnya, hadits dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata:

كُنَّا نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي رَمَضان ثُمّ نُصلي مع أبي بكر ثم نصلي مع عمر ثم نصلي مع عثمان رضي الله عنهم جميعا ثمانية عشر ركعة

“Kami shalat bersama Rasulullah SAW di bulan Ramadhan, kemudian kami shalat bersama Abu Bakar, kemudian kami shalat bersama ‘Umar, kemudian kami shalat bersama ‘Utsman radhiyallahu ‘anhum semuanya 18 rakaat.” (HR Ahmad nomor 14162 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya pernah shalat malam dengan 18 rakaat di bulan Ramadhan. Ini berbeda dengan hadits ‘Aisyah yang menyebutkan 11 rakaat. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah rakaat salat malam tidak baku, tetapi bisa berubah-ubah sesuai keadaan.

Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa yang lebih utama adalah mengikhlaskan niat dan

memperbaiki kualitas salat daripada menghitung jumlah rakaat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ مِنْ عَمَلِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِر

“Sesungguhnya yang pertama kali dihisab dari amal seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya. Jika salatnya baik, maka dia telah beruntung dan berhasil. Jika salatnya rusak, maka dia telah merugi dan gagal.” (HR Tirmidzi nomor 413 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Kesimpulan

Salat tarawih dan qiyam Ramadhan adalah salat sunnah yang khusus dilaksanakan pada malam-malam bulan Ramadhan. Salat ini termasuk qiyamul lail atau salat malam, yang merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan memiliki banyak keutamaan.

Salat tarawih dan qiyam Ramadhan disebut demikian karena orang yang melakukannya biasanya beristirahat setelah beberapa rakaat. Salat ini sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW sejak awal turunnya wahyu, tetapi beliau lebih suka shalat sendirian di rumahnya. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, salat ini diorganisir secara berjamaah dengan satu imam di masjid Nabawi.

Salat tarawih dan qiyam Ramadhan hukumnya sunnah muakkad, yaitu sangat dianjurkan oleh syariat Islam. Barang siapa melakukannya karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. Salat ini tidak memiliki jumlah rakaat yang baku, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan keikhlasan masing-masing. Yang lebih utama adalah mengikhlaskan niat dan memperbaiki kualitas salat daripada menghitung jumlah rakaat.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang salat tarawih dan qiyam Ramadhan. Mari kita semangat untuk melaksanakan ibadah ini di bulan Ramadhan yang akan datang dengan penuh kesungguhan dan kecintaan kepada Allah SWT.

Baca Juga: