Menu Tutup

Pengertian Keluarga Sakinah dan Dalilnya

Pengertian Keluarga Sakinah

Kata sakinah yang ada dalam Surat aR-Rum ayat 21 tersebut tertulis

״ لتسكنوا ״ yang berasal dari ״ سكن ״ berarti diam, tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk.3 dan ״ سكنة ״ adalah isim fa’il yang berfungsi sebagai kata sifat. yang berarti tenang, tentram.[1] Dari sini, rumah dinamai sakana karena disana tempat memperoleh ketenangan setelah sebelumnya si penghuni sibuk di luar rumah. Sehingga, perkawinan melahirkan ketenangan bat}in disamping ketenangan lahir.

Oleh karena itu, keluarga sakinah dapat dicirikan dengan sehat jasmani, rohani, dan memiliki ekonomi (kebutuhan hidup yang mencukupi keperluan dengan halal dan benar) serta hubungan yang harmonis diantara anggota keluarga (suami, istri, dan anak).[2]

Pengertian secara istilah

keluarga sakinah adalah keluarga unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya hidup secara harmonis, diliputi rasa kasih sayang, terpenuhi hak materi maupun spiritual dan didalamnya ketenangan, kedamaian serta mengamalkan ajaran agama sekaligus merealisasikan akhlak mulia.

Telah menjadi sunnatullah bahwa setiap orang yang memasuki pintu gerbang pernikahan akan memimpikan keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan pilar pembentukan masyarakat ideal yang dapat melahirkan keturunan yang shalih dan salihah. Didalamnya, kita akan menemukan kehangatan, kasih sayang, kebahagiaan dan ketenangan yang akan dirasakan oleh seluruh anggota keluarga[3]

Landasan Hukum

  1. Ar-Rum Ayat 21 

Artinya :

Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” [Ar-Rum 21].

  1. Surat Yunus ayat 67 :

Artinya :

 “Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya (litaskunu fihi) dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar”.[4]

  1. al-Furqan ayat 54

Artinya:

Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa.

Dalam tafsir Ibnu Katsir, (وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ ) dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air artinya, Dia menciptakan manusia dari nutfah yang lemah, lalu Dia sempurnakan dan Dia rapikan kejadiannya hingga mempunyai bentuk yang sempurna sebagai manusia, baik laki-laki ataupun perempuan menurut apa yang dikehendaki-Nya. (فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا ) lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan musaharah. Pada mulanya seseorang itu berupa bayi yang dilahirkan. Setelah dewasa, ia kawin lalu mempunyai mertua, dan selanjutnya ia mempunyai menantu dan besan serta kerabat; semuanya itu bermula dari air yang hina (nutfah). Karena itulah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya (وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا  ) adalah Tuhanmu Maha kuasa.

Dalam al-Misbah, Allah menciptakan manusia dari setetes mani, lalu menjadikannya manusia baik berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, yang mempunyai hubungan kekerabatan melalui keturunan yakni yang lelaki dan melalui mushaharah yakni perkawinan dengan perempuan. Tuhan pemelihara dan pembimbingmu sehingga dapat menciptakan setetes air mani sebagai makhluk yang sempurna. Dari setetes itu pula lahir anak keturunan yang berbeda-beda wajah dan perangainya.

Kata basyar digunakan Alquran untuk menunjuk manusia secara umum, dengan persamaannya dari segi fisik dan kemanusiaannya tanpa penekanan pada sisi-sisi kejiwaan dan mentalnya. Rasul memiliki persamaan antara lain: pancaindra sebagaimana oranglain merasa lapar, dahaga, serta memiliki naluri kebutuhan biologis. Yang membedakan ialah beliau menerima wahyu yang tidak akan diperoleh tanpa kesucian jiwa dan keluhuran akhlak. Shihran berarti hubungan kekerabatan antara suami dan istri dengan keluarga pasangan masing-masing[5]

[1] Ismah Salman,  Keluarga Sakinah (‘Aisyiyah: Diskursus Jender di Organisasi Perempuan Muhammadiyah),  hlm. 52

[2] Ibid, hlm.48

[3] Mashuri Kartubi, Baiti Jannati Memasuki Pintu-pintu Syurga dalam Rumah Tangga,

(Jakarta: Fajar Islam Indonesia, 2007),  hlm. 92

[4] https://marlansarjanamuda.wordpress.com/about/tafsiran-surat-ar-rum-ayat-21-tentang-keluarga-sakinah/

[5] M.Quraish Shihab, Pesan Kesan dan Keserasian Alquran , (Tangerang:Lentera Hati, 2007), hlm. 503

Baca Juga: