Pengertian Penyembelihan
Sembelihan dalam bahasa Arab disebut Az-Zakah yang berarti baik dan suci. Maksudnya binatang yang disembelih sesuai dengan ketentuan syara’ akan menjadikan binatang sembelihan itu menjadi baik, suci, halal, dan lezat untuk dimakan. Sedangkan pengertian secara istilah adalah memutus jalan makan dan minum, pernafasan dan urat nadi pada leher binatang yang disembelih dengan pisau, pedang, atau alat lain yang tajam sesuai dengan ketentuan syara’.
Semua binatang yang dihalalkan oleh Allah Swt. untuk dikonsumsi oleh umat manusia wajib melalui proses penyembelihan terlebih dahulu sesuai ketentuan syariat kecuali ikan dan belalang. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah Muhammad Saw.:
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai (hewan) dan dua macam darah yaitu bangkai ikan dan belalang, dan dua darah yakni hati dan limpa” (HR. Ad- Daruqutni).
Dasar Hukum Penyembelihan
Binatang yang halal bisa menjadi haram dikonsumsi jika matinya tidak melalui proses yang benar sesuai syariat, yakni melalui proses penyembelihan. Adapun yang menjadi dasar hukum penyembelihan binatang adalah:
Al-Qur’an
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang terjatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala..” (QS. Al-Maidah [5]:3).
Ayat tersebut menjelaskan bagaimana ketentuan binatang yang halal dimakan yakni melalui proses penyembelihan yang sesuai syariat. Hal ini berkaitan erat dengan jenis binatang apa yang disembelih, siapa yang menyembelihnya, bagaimana cara menyembelih dan apa yang di baca saat menyembelih.
Hadis
Artinya: “Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap
segala sesuatu. Apabila kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Apabila kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.” (HR. Muslim).
Hadis tersebut mengandung tuntunan bahwa proses penyembelihan pun jelas diatur dalam Islam. Bahkan penyembelih binatang dilarang untuk menyakiti binatang yang akan disembelih baik ketika akan menyembelih maupun saat proses menyembelih.
Rukun Penyembelihan
Rukun merupakan unsur paling penting yang harus ada dalam setiap ibadah. Rukun adalah ketentuan yang harus dipenuhi dalam melakukan suatu pekerjaan/ibadah. Bila tidak terpenuhi maka ibadah/pekerjaan tersebut tidak sah. Penyembelihan binatang juga termasuk bagian dari ibadah, maka penyembelihan tentu ada rukunnya. Rukun menyembelih binatang sebagai berikut:
- Orang yang menyembelih
- Hewan yang disembelih
- Niat
- Alat untuk menyembelih
Syarat Penyembelihan
Syarat adalah ketentuan atau perbuatan yang harus dipenuhi sebelum melakukan suatu pekerjaan atau ibadah. Tanpa memenuhi ketentuan/perbuatan tersebut, suatu pekerjaan dianggap tidak sah. Adapun syarat-syarat penyembelihan yang wajib dipenuhi yaitu berkaitan dengan:
a. Orang yang menyembelih
Syarat-syarat seorang yang sah penyembelihannya sebagai berikut:
- Muslim atau Ahli kitab
Terkait dengan siapa sebenarnya Ahli kitab terjadi perbedaan pendapat para ulama. Namun, dari segi hasil sembelihan Ahli kitab (orang Yahudi dan Nasrani) dihukumi halal untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan firman
Allah Swt. dalam surah al-Maidah (5): 5 yakni:
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka …” (Q.S. Al-Maidah [5]: 5).
- Berakal sehat
Penyembelihan merupakan ibadah yang disyaratkan dan membutuhkan niat, maksud dan tujuan. Oleh karena itu, seorang penyembelih harus berakal sehat dan sadar dengan apa yang dilakukannya. Dengan kata lain, orang gila atau orang yang sedang mabuk tidak sah hasil sembelihannya.
- Mumayyiz
Mumayiz adalah orang yang sudah dapat membedakan antara perkara yang baik dan buruk, sesuatu yang salah dan benar. Dengan kata lain, mumayyiz adalah seorang anak yang telah memasuki perkembangan otak dan fisik dalam tahap sempurna, namun belum dalam keadaan yang benar-benar sempurna. Dia belum sampai mengalami fase haid ataupun keluar air sperma. Oleh karena itu, penyembelihan binatang yang dilakukan oleh anak yang belum mumayyiz dinyatakan tidak sah. Bahkan menurut Syaikh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid, ketiga syarat tersebut ditambah dengan dua syarat yaitu berjenis kelamin laki-laki dan tidak menyia- nyiakan shalat.
b. Binatang yang disembelih
Binatang yang akan disembelih wajib memenuhi syarat sebagai berikut:
- Binatang yang akan disembelih masih dalam keadaan Binatang yang mati bukan karena disembelih berarti sudah menjadi bangkai. Adapun ciri-ciri hewan yang dianggap hidup adalah adanya hayyat mustaqirrah (bernyawa), masih adanya gerakan ekor, matanya dapat melirik dan kakinya dapat bergerak sesudah disembelih.
- Binatang yang akan disembelih adalah binatang yang halal, baik dari segi zatnya maupun cara memperolehnya. Dalam istilah Fikih disebut dengan halal lizatihi dan halal sababi.
c. Niat penyembelihan
Niat penyembelihan yang benar ialah semata-mata ingin mengkonsumsi binatang tersebut secara halal sesuai syariat Islam. Salah satunya dengan niat menyembelih karena Allah Swt. dengan cara menyebut nama Allah Swt. saat melakukan penyembelihan binatang. Sebagaimana yang tertulis dalam firman
Allah Swt.:
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-Maidah [5]: 3).
d. Alat penyembelihan
Alat penyembelihan itu harus tajam sehingga memungkinkan untuk mengalirkan darah dan memutuskan urat leher binatang sampai tercabut nyawanya dengan tidak menyakitkan. Ijmak ulama menyatakan bahwa alat penyembelihan bisa berasal dari benda yang terbuat dari logam, batu, atau kaca yang semuanya mempunyai sisi yang tajam yang dapat dipergunakan untuk memotong. Alat penyembelihan yang tidak diperbolehkan adalah menggunakan tulang dan kuku ataupun alat yang bahannya berasal dari keduanya.
Larangan tersebut berdasarkan hadis Rasulullah Saw.:
Artinya: “Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah Swt. ketika menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang bernama Ethiopia).” (HR. Al-Bukhari).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyembelihan
- Berbuat baik terhadap binatang
Penyembelih hewan dilarang untuk menyakiti hewan yang akan disembelih baik ketika akan menyembelih maupun saat proses menyembelih. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis: Artinya: “Sesungguhnya Allah memerintahkan agar berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah hewan yang akan disembelih.” (HR. Muslim).
- Hewan yang masuk kategori maqdur alaih (yang dapat disembelih lehernya), hendaknya diputus saluran pernafasan (al-hulqum), saluran makanan dan minuman (al-mari’) dan dua urat yang berada pada dua sisi leher yang mengelilingi tenggorokan (al–wadajain). Sedangkan hewan dalam kategori ghairu maqdur alaih (yang tidak dapat disembelih lehernya), maka menyembelihnya dilakukan dimana saja dari badannya, asalkan hewan itu mati karena luka itu. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw.: Artinya: “Dari Rafi’ ia berkata: “Kami bersama Rasulullah Saw. dalam perjalanan kami bertemu seekor unta milik seseorang kaum (unta itu sedang lari) sedang mereka tidak menunggang kuda untuk mengejarnya maka seorang laki- laki telah melempar dengan anak panahnya dan matilah unta itu, maka Nabi Saw. bersabda: Sesunggunya binatang ini mempunyai tabiat binatang liar, terhadap binatang-binatang seperti ini berbuatlah kamu demikian.” (HR. Jamaah).
- Membaringkan hewan di sisi kiri tubuhnya, memegang pisau dengan tangan kanan dan menahan kepala hewan untuk memudahkan penyembelihan. Hal ini berdasarkan hadis dari Siti Aisyah: Artinya: “Rasulullah Saw. meminta diambilkan seekor kambing kibasy. Beliau berjalan dan berdiri serta melepas pandangannya di tengah orang banyak. Kemudian beliau dibawakan seekor kambing kibasy untuk beliau buat kurban. Beliau berkata kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, bawakan kepadaku pisau”. Beliau melanjutkan, “Asahlah pisau itu dengan batu”. ‘Aisyah pun mengasahnya. Lalu beliau membaringkan kambing itu, kemudian beliau bersiap menyembelihnya, lalu mengucapkan, “Bismillah. Ya Allah, terimalah kurban ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad”. Kemudian beliau menyembelihnya.” (HR. Muslim).
Kewajiban dalam menyembelih
Penyembelih wajib menyembelih bagian tubuh hewan pada leher bagian atas (al-halq) atau leher bagian bawah (al-labbah). Kedua tempat inilah tempat berkumpulnya urat-urat yang membuat hewan cepat mati, menjadikan dagingnya baik untuk dikonsumsi dan tidak menyakiti hewan. Untuk saluran pernafasan (al-hulqum), saluran makanan dan minuman (al-mari’) harus terpotong sekaligus dan tidak boleh dengan dua kali pemotongan ataupun jangan sampai masih tersisa dari al-hulqum dan al–mari’. Jika sampai dua kali pemotongan atau lebih maka hewan sembelihan hukumnya haram dimakan. Jika al–hulqum dan al- mari’ sudah terpotong, maka sudah dianggap cukup dalam penyembelihan walaupun al-wadajain (2 urat nadi pada leher) tidak terpotong.
Hal-hal yang disunnahkan dalam menyembelih
Sunnah-sunnah pada saat penyembelihan antara lain:
Membaca basmalah. Dalam mazhab Syafi’iyyah, membaca basmalah adalah sunnah, bukan wajib. Kecuali ada beberapa mazhab yang mewajibkannya. Dengan mengucapkan, bismillâhirrohmânirrahîmt dan dilanjut dengan takbir. Dan ulama mazhab Syafi’iyyah mensunnahkan sang penyembelih untuk membaca shalawat.
Menyembelih pada siang hari. Dalam pandangan ulama mazhab Hanafi, menyembelih hewan kurban pada malam hari dihukumi makruh tanzih. Hal tersebut dikhawatirkan akan terjadi kesalahan saat menyembelih.
Menghadap kiblat bagi penyembelih dan hewan sembelihannya. Kiblat menjadi arah yang paling mulia, sedangkan berkurban juga adalah ibadah. Hal ini juga dilakukan oleh Nabi dan para sahabat saat menyembelih hewan kurban. Jika tidak menghadap kiblat dan menghadapkan hewan kurban ke kiblat karena lupa dan halangan, hal itu tidak berdosa.
Membaringkan hewan sembelihan. Cara yang disunnahkan adalah membaringkan hewan dengan posisi tubuh bagian kirinya di bawah. Sehingga yang berhadapan dengan sang penyembelih adalah leher sebelah kanan. Dan makruh hukumnya menyembelih hewan kurban dengan proses yang sulit dan menyiksa.
Membedakan penyembelihan unta dan hewan lainnya. Ada perbedaan antara proses penyembelihan unta dengan hewan kurban lainnya. Penyembelihan unta adalah dengan tidak membaringkannya, tapi dengan mendudukkan posisinya dan menekukkan kaki kiri lalu menusuk lehernya dari bawah. Sedangkan untuk sapi dan kambing adalah dengan membaringkan tubuhnya dan posisi perut sebelah kirinya di bawah.
Memutus urat nadinya secara keseluruhan dan mempercepat penyembelihan. Hal ini dilakukan agar tidak menyiksa hewan sembelihan. Dan makruh hukumnya memutus urat nadi hanya sebagian.
Menajamkan pisau. Sebelum proses penyembelihan pastikan pisau untuk menyembelih dalam kondisi tajam. Tentu pisau yang tumpul akan mempersulit proses penyembelihan dan menyiksa hewan. Berdasarkan hadis Nabi Muhammad:
Artinya: Dari Abu Ya’la, Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam beliau telah bersabda : “ Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik pada segala hal, maka jika kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang disembelihnya”. (HR. Muslim)
Bersikap lembut dengan hewan. Dilarang untuk memperlakukan hewan dengan kasar karena itu akan menambah rasa sakit hewan saat disembelih. Karena hewan pun adalah makhluk Allah.