Menu Tutup

Rasulullah Hijrah ke Yastrib

Segera setelah mendapat perintah hijrah dari Allah Swt. Rasulullah menemui sahabatnya Abu Bakar agar mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam perjalanan. Nabi juga menemui Ali dan meminta kepadanya agar tidur di kamarnya guna mengelabui musuh yang berencana membunuhnya. Senin malam Selasa itu, Nabi   ditemani Abu Bakar dalam perjalanan menuju Yatsrib.

Keduanya singgah di Gua Tsur, arah selatan Makkah untuk menghindar dari pengejaran orang kafir Quraisy.

Mereka bersembunyi di situ selama tiga malam dan putera puteri Abu Bakar, Abdullah, Aisyah, dan Asma’ serta sahayanya Amir bin Fuhairah mengirim makanan setiap malam kepada mereka dan menyampaikan kabar

pergunjingan orang Makkah tentang Rasulullah.[1]

Pada malam ketiga mereka keluar dari persembunyiannya dan melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib bergerak ke arah barat menuju laut merah melawati jalan yang tidak biasa dilewati qabilah dagang ketika itu. Setelah tujuh hari dalam perjalanan Nabi Muhammad s.a.w, dan Abu Bakar sampai di Quba. Ketika tiba di  Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar 10 Km dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Ia menginap di rumah Kalsum bin Hindun.[2]

Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah mesjid yang pertama kali dibangunnya yang dikenal dengan masjid Quba. Tak lama kemudian Ali menggabungkan diri dengan Nabi setelah menyelesaikan segala urusannya di Makkah, sementara itu penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan mereka, akhirnya yang mereka tunggu itu datang mereka sambut dengan penuh sukacita.

Pada hari Jum’at 12 Rabiulawwal 13 Kenabian / 24 September 622 M, Nabi meninggalkan Quba, di tengah perjalanan di perkampungan Bani Salim, Nabi melaksanakan shalat Jum’at pertama di dalam sejarah Islam. Sesudah melaksanakan shalat Jum’at, Nabi melanjutkan perjalanan menuju Yatsrib dan disambut oleh Bani Najjar.[3]

Sementara itu, penduduk Yatsrib telah lama menunggu-nunggu kedatangan Nabi. Begitu Rasulullah tiba di kota Yatsrib ini beliau melepaskan tali kekang untanya dan membiarkannya berjalan sekehendaknya. Unta itu berhenti di sebidang kebun korma milik dua anak yatim bernama Sahl dan Suhail yang diasuh oleh Abu Ayyub. Kebun itu dijual dan di atasnya dibangun masjid atas perintah Rasulullah. Sejak itu nama kota Yatsrib ditukar menjadi “Madinatun Nabi”, tetapi dalam kehidupan sehari-hari biasa disebut “Madinah” saja.[4]

Berbeda dengan periode Makkah di mana umat Islam merupakan kelompok minoritas, pada periode Madinah mereka menjadi kelompok mayoritas. Di Makkah Rasulullah hanya berfungsi sebagai seorang Rasul, tetapi di Madinah beliau selain sebagai seorang Rasul dia juga sebagai Kepala Negara.

[1] Siti Maryam dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern c. 3. (Yogyakarta: LESFI, 2009), h. 29-30.

[2] Seorang pria tua, rumahnya selalu dijadikan pangkalan bagi musifirmusafir yang baru datang ke Yatsrib.

[3] Tim Penulis, Ensiklopedi Islam, J. 2. (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve), h. 110.

[4] Siti Maryam, dkk., op.cit., h. 30.

Sumber: Nasution, Syamruddin. “Sejarah Perkembangan Peradaban Islam.” (2017).

Baca Juga: