Menu Tutup

Sejarah Kejayaan Islam dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Sejarah dan Kejayaan Islam

Sejarah Islam di dunia mencatat bahwa Islam menjadi satu-satunya agama yang berkembang paling cepat. Nabi Muhammad hidup hanya usia 63 th, beliau menjadi nabi sejak usia 40 th, dan hanya 23 th saja beliau menjadi mampu mendidik generasi Islam yang luar biasa. Generasi-generasi Islam yang mampu menguasai peradaban dunia dalam kurun waktu ± 13 abad dan menciptaka sejarah Islam di dunia dengan citra yang baik.

Sebuah sejarah baik yang terlahir dari sejarah Islam di dunia memang telah ditorehkan oleh Nabi Muhammad saw. Berkat kepemimpinan dan usaha yang baik untuk menegakkan Islam, beliau diakui sebagai seorang pemimpin yang berhasil. Bahkan oleh masyarakat di luar agama Islam itu sendiri.

Sebuah kebanggan memiliki panutan seperti beliau. Bahwa ketekunan dan kesabaran yang beliau miliki memang tidak perlu lagi diragukan sebagai pelajaran hidup. Sejarah Islam di dunia bahkan mencatat pemkiran dari seorang Perancis yang menyatakan kehebatan dari dunia Islam. Dr. Gustave Le Bone, seorang pemikir dari Perancis pernah mengatakan bahwa tidak ada bangsa-bangsa manapun yang bisa mengadakan perubahan berarti bagi dunia dalam satu abad.

Tapi cerita sejarah di dunia mengatakan bahwa umat Islam yang dipimpin oleh Muhammad sudah dapat mengadakan perubahan masyarakat baru yang signifikan hanya dalam tempo 23 th. Suatu hal yang luar biasa dan tidak dapat ditiru oleh orang atau bangsa manapun.

Sejarah Islam di dunia berlangsung dari abad ke-6 Masehi hingga abad ke-12 Masehi. Dimulai dari periode kepemimpinan Nabi Muahammad SAW ( 622-632 M ), kemudian diteruskan oleh generasi Khulafaurasyidin ( 750-1258 M), kemudian masa kekhalifahan bani Umayyah ( 661-750 M ), dan Bani Abbasiyah ( 750-1258 M ) hingga terakhir rutuhnya kekhalifahan Turki Usmani pada tanggal 3 Maret 1924 M.[2]

  1. Periode Kepemimpinan Nabi Muhammad ( 622-632 M )

Perkembangannya dibagi menjadi dua fase, yaitu fase perjuangan di Mekkah dan fase perkembangan Islam di Madinah. Fase mekkah berlangsung selama 13 th. Fase ini merupakan fase paling berat yang dialami Nabi Muhammad karena ia harus mengahadapi berbagai tantangan dari kaum kafirin. Karena besarnya tantangan di mekkah, nabi Muhammad SAW bersama pengikutnya pun hijrah ke Madinah. Dilanjutkan fase kedua perkembangan Islam terjadi di Madinah dan berlangsung selama 10 th. Fase ini dimulai saat nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah dari Mekkah. Di Madinah , nabi mulai membangun peradaban dan masyarakat yang madani di bawah pemerintahan Islam.

Setelah terbentuknya pemerintahan Islam di Madinah, Islam pun kemudian menyebar dengan cepat ke negara-negara lain. Wilayah penyebarannya meliputi asia barat daya, asia tengah dan wilayah afrika.

  1. Periode Khulafaurasyidin

Setelah wafatnya nabi Muhammad, pemerintahan Islam dipimpin oleh para khalifah dari kalangan sahabat nabi, yaitu Abu bakar as-sidiq, umar bin khatab, ustman bin affan dan ali bin abi thalib. Pada masa ini gerakan penaklukan pun terus bergulir dengan cepat. Umat Islam berhasil menguasai wilayah arabia timur dan utara. Mereka juga berani menyerang benteng-benteng pertahanan romawi timur, persia, irak, siria dan mesir dapat ditaklukkan dalam kuun waktu yg tidak telalu lama.

  1. Bani Umayyah

Kedaulatan Umayyah pertama kali dipimpin oleh Muawiyah bin abu sofyan. Pada masa ini perluasan wilayah dilanjutkan dengan menaklukkan Tunisia. Kemudian ekspansi belanjut ke sebalah timur untuk menguasai daerah Khurasan, Afghanistan sampai ke Kabul. Diwarnai dengan adegan-adegan menegangkan layaknya adegan di film perang. Pasukan Islam menyiapkan banyak pasukan.

Dari anakatan laut, umat Islam melakukan serangan ke binzantium. Ekspansi ke bagian timur dilanjutkan malik bin marwin, perluasan wilayah dilakukan dengan menguasai balkanabad, bukhara, khawarizm, ferghana dan samarkhan. Bahkan ada pula para pejuang Islam yang sampai ke india dan melakukan penaklukan sebagian wilayah di sana. Perluasan wilayah tsb berlanjut dari satu pemimpin hingga ke pemimpin beriktnya. Islam mulai merambahi daratan eropa, afrika dan asia. Pada masa ini banyak terjadi peselisihan dan perang saudar anatar sesama umat Islam. Hal ini yg menyebabakan runtuhnya bani ummayyah th 750 M.

  1. Bani Abbasiyah

Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: العبّاسدين, al-Abbāsidīn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia.

Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk.

Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad. Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.

Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.

Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan.

Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan umat Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara.

Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.

  1. Turki Usmani

Ustmaniyah didirikan oleh bani utsman yang berkuasa lebih dari 6 abad. Pada masa ini, zaman khalifah sulaiman al qanuni ( 1520-1566 ) merupakan masa kejayaan dan kebesaran yang pada masanya telah jauh meninggalkan peradaban eropa di segala bidang. Kesultanan utsmaniyah perlahan-lahan terkikis dan makin runtuh pada abad ke-19. Musuh-musuh Islam telah berhasil meleaskan ideologi Islam dari tubuh umat Islam. Mereka membutuhkan waktu selama satu abad melemahkan kekuatan Islam. Akhir peradaban Islam masa utsmaniyah benar-benar runtuh pad abad ke-20.

Kemunduran Islam

Tidak diragukan lagi bahwa kekuatan ummat Islam berdiri di atas agama Islam itu sendiri. Hal ini juga sudah menjadi rahasia umum, bahkan musuh-musuh Islam juga tahu bahwa Islam itu sendiri tidak dapat dilemahkan jika penganut-penganutnya masih mempunyai keimanan yang kuat. Dari sini mulailah mereka mencari jalan dan cara yang terbaik bagaimana untuk melemahkan pemahaman orang Islam terhadap Islam itu sendiri. Tidak sampai disitu, mereka juga mencari jalan bagaimana memberi keraguan kepada kitab yang menjadi pegangan ummat Islam (baca: Al-Qur’an dan As-sunnah), dan mereka juga memutar belitkan fakta Sejarah dan Tsaqafah Islamiyah melalui berbagai opini dan tulisan, sehingga generasi ummat Islam berikutnya menjadi ragu atas keotentikan agama Islam itu sendiri.

Kalau kita mengkaji lebih dalam lagi tentang pergerakan orientalisme dan karya-karya mereka tentang Islam, maka kita akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa keganjilan-keganjilan yang diciptakan oleh mereka pada intinya untuk memberi keraguan kepada ummat Islam terhadap agama yang mereka anut, sehingga mengakibatkan ummat Islam pada saat ini banyak yang termakan racun orientalisme. Sebut saja misalnya, dalam sebuah seminar keIslaman yang diadakan oleh organisasi Islam di Yogyakarta, salah seorang pemakalah yang berfikiran liberal memegang Al-quran dengan kedua jarinya dan mengatakan “Siapa yang berani menjamin bahwa al-Quran yang saya pegang ini benar-benar berasal dari Allah SWT.

Sebenarnya banyak faktor kenapa ummat Islam menjadi lemah seperti sekarang ini? Di antara penyebabnya adalah:

  1. Faktor Internal
  • Kurang Memahami Agama Islam itu sendiri
  • Keyakinan terhadap pintu istihaj
  1. Faktor Eksternal
  • Pergerakan Kristenisasi
  • Penjelajahan Portugis
  • Penjelajahan Spanyol
  • Pengampunan Dosa

Faktor-Faktor Kebangkitan Dunia Islam

  1. Pemahaman umat akan kehidupan pemerintahan yang beraneka ragam yang menerapkan kapitalisme, sosialisme, dan sekularisme yang tampak jelas kelemahannya dalam mewujudkan kebahagiaan bagi manusia atau mencapai kebangkitan dan memperbaiki kondisi mereka.
  2. Pemahaman umat akan kepalsuan seruan patriotisme dan nasionalisme. Pemahaman ini gagal menyatukan kelompok-kelompok bangsa yang satu, apalagi untuk menyatukan umat.
  3. Kemunculan sejumlah harakah, partai dan kelompok Islam yang menyerukan Islam secara umum atau menyerukan kebangkitan dengan asas Islam.
  4. Pemahaman umat akan permusuhan nyata negara-negara kafir terhadap Islam dan kaum Muslim. Perhatian umat terhadap langkah-langkah negara kafir dalam menanamkan doktrin, nilai-nilai dan propaganda kepada kaum Muslim. Doktrin, tata-nilai dan propaganda kufur mereka itu di antaranya berupa seruan kebebasan, demokrasi, penjagaan Hak Asasi Manusia dan sebagainya. Jika perkaranya berkaitan dengan kaum Muslim maka lihat perkataan James Baker – Menhan AS terdahulu – bahwa demokrasi tidak layak bagi bangsa-bangsa Timur Tengah. Lihatlah Perancis, penyeru kebebasan, yang justru mengumumkan akan mengintervensi Aljazair secara militer jika FIS memegang pemerintahan. Lihatlah AS dan sikapnya terhadap pencaplokan tanah, yaitu Israel. Padahal AS mengetahui kebengisan dan dosa Israel karena hal itu tidak perlu penjelasan. Lihatlah Inggris yang bersegera menyematkan cap teroris dan fundamentalis kepada kaum Muslim yang berjuang untuk Islam. Inggrislah yang mereka-reka istilah fundamentalisme dengan sangat getol dikaitkan dengan setiap aktivitas fisik menentang pemerintahan yang menekan berbagai bangsa karena Islam mereka. Masih banyak lagi contoh yang tidak cukup tempat untuk memaparkannya.
  5. Kedudukan dan posisi tawar kaum Muslim terus menukik turun. Kemiskinan, kehinaan, penyakit dan sebagainya terus menyebar di tengah-tengah kaum Muslim di dunia. Hal itu menyebabkan kaum Muslim mulai berpikir mengenai metode menyelesaikannya dan mulai berjuang demi kebangkitan.
  6. Munculnya sistem-sistem tiranik yang terus menimpakan tekanan, siksaan, paksaan dan kezaliman. Hal itu menyebabkan kaum Muslim mulai berpikir tentang perubahan, mencari metode paling efektif yang bisa mengantarkan pada kebangkitan yang benar serta membebaskan dari ketidakadilan dan kejahatan.

Makna Kebangkitan Dunia Islam

Pengertian kebangkitan (ash-shahwah) yang langsung terlintas di dalam benak adalah kata shaha-yashhu, yakni bangun dari tidur. Akan tetapi, tatkala kita membicarakan kebangkitan Islam (ash-shahwah al-Islamiyyah) maka maknanya benar-benar berbeda meskipun bahwa umat ini sedang dalam kondisi terlena dari agamanya. Keadaan umat ini bagaikan orang yang sedang tidur, yang terlena dari kesadarannya. Realitanya, kedua pengertian tersebut memiliki banyak kedekatan makna. Karena itu, penjelasan makna ash-shahwah (kebangkitan) secara bahasa dan istilah sangat bermanfaat dan menghantarkan untuk menjelaskan maksud dari tulisan buku ini dalam mewujudkan kebangkitan.

Inilah pengertian etimologis dari kata bangkit dan kebangkitan. Adapun makna istilah kata kebangkitan (ash-shahwah) sebagaimana diketahui adalah kebangkitan dari keterpurukan dan keterlenaan serta dari ketiadaan pemahaman terhadap realita hakiki yang menjadi realita hidup umat. Hal itu akibat dari banyak faktor yang menutupi umat dari kebenaran; memalingkan umat dari memahami realita; dan kewaspadaan umat terhadap realita ini serta upaya umat untuk mengubah dan membebaskan diri darinya menuju realita yang lebih mulia.[3]

Syarat-Syarat Kebangkitan Dunia Islam

  1. Pengetahuan Islam yang mendalam. Berbagai disiplin ilmu harus dikuasai dengan baik semisal kalam, akhlak, fikih, Al-Quran, Hadist dan cabang-cabang keilmuan Islam lainnya.
  2. Islam tidak bersifat personal. Persoalan-persoalan kaum Musliman di belahan dunia manapun menjadi tanggung jawab seorang Muslim. Apa yang terjadi di Palestina telah menjadi perhatian serius Imam Khomeini. Imam menyerukan untuk memperjuangkan hak-hak bangsa Palestina.
  3. Berupaya untuk menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis antar berbagai kelompok dalam masyarakat, demokrasi hanyalah metode. Demokrasi Barat didasari nilai-nilai liberalisme dan humanisme, sedangkan bagi Imam Khomeini demokrasi harus diisi dengan nilai-nilai Islam yang suci. Dalam penilaian Larijani, praktek demokrasi ala Barat telah gagal dalam menciptakan situasi yang damai. Padahal, politik yang sebenarnya adalah bagaimana seluruh umat beragama hidup berdampingan secara damai dan harmonis, ucapnya. Imam Khomeini senantiasa menekankan pentingnya hidup harmonis dengan penuh kasih sayang terhadap seluruh umat manusia. Dan Imam bertindak sangat tegas terhadp musuh-musuh Islam dan kemanusiaan, yakni Amerika, Israel dan antek-anteknya.
  4. Menekankan pentingnya bangsa-bangsa Muslim menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ia mencontohkan bagaimana kemajuan yang pesat Iran dalam bidang sains dan teknologi sejak kemenangan revolusi. Berbagai bidang seperti medis, pertanian, pertahanan hingga teknologi tinggi seperti nuklir.
  5. Menyeru kaum Muslimin untuk memperkuat infrastruktur ekonomi dan pertahanan. Kemajuan teknologi rudal balistik yang dikuasai Iran, bagi Larijani bukanlah untuk menyerang, tapi tindakan defensif dari serbuan ataupun serangan musuh-musuh Iran.[4]

[1] Busthani Muhammad Said, Pembaharuan dan Pembaruan dalam Islam, Terj. Mahsun al-Munzir, (Ponorogo Gontor: Pusat Studi Ilmu dan Amal, 1992), h. 1-3.

[2] Prof. H. Muhammad Daud Ali, SH., Hukum Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 42

[3] http://ncofies.blogspot.com/2012/10/latar-belakang-dan-faktor-faktor.html

[4] http:///C:/Users/PUSKOM%2035/Downloads/masa-kebangkitan-kembali-hukum-islam1.html

Baca Juga: