a. Murji’ah Moderat
Asy-Syahrasyani menyebutkan beberapa tokoh yang termasuk dalam golongan Murji’ah moderat yaitu: al-Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Ṭālib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadiś.
Golongan ini berpendapat, bahwa orang mukmin yang melakukan dosa besar bukanlah kafir, dan tidak kekal di dalam neraka, tetapi akan dihukum di neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya, dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali. Bisa jadi orang yang melakukan dosa besar itu bertobat, dan tobatnya diterima Allah. Sehingga hukum orang mukmin yang melakukan dosa besar, ditunggu pada putusan akhir Allah di akhirat kelak.
b. Murji’ah Ekstrim
Yang termasuk Murji’ah ekstrim adalah: al-Jahmiah (pengikut Jaham bin Shafwan), al-Salihiyah (pengikut Abu al-Hasan al-Salihi), al-Yunusiyah, al- Khassaniyah.
Al-Jahmiyah berpendapat, bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan, dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya hanya di hati, dan apabila mati tetap menyandang predikat mukmin yang sempurna.
Al-Salihiyah berpendapat, iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur
adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian mereka, sembahyang tidaklah merupakan ibadah kUepaJdaI APllaUh, BkarLenaIKyang disebut ibadah adalah iman
kepadanya, dalam arti mengetahui Tuhan.
Al-Yunusiah berpendapat, melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat, tidaklah merusak iman seseorang. Demikian juga Golongan al-Ubaidiyah. Muqatil bin Sulaiman mengatakan, bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusak iman seseorang, dan sebaliknya pula perbuatan baik tidak akan merubah kedudukan orang musyrik atau polytheist.
Al-Khasaniyah berpendapat, jika seseorang mengatakan, “saya tahu bahwa Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”, orang yang demikian tetap mukmin dan bukan kafir. Dan jika seseorang mengatakan, “saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di India atau di tempat lain”, orang yang demikian itu juga tetap mukmin.
Ajaran yang demikian itu oleh Harun Nasution dianggap berbahaya, karena akan membawa kepada moral atitude, yaitu sikap memperlemah ikatan- ikatan moral, atau masyarakat yang bersifat permissive, yaitu masyarakat yang dapat mentolerir penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma akhlak yang berlaku. Inilah kelihatannya yang menjadi sebab nama Murji’ah itu pada akhirnya mengandung arti buruk sehingga tidak diikuti oleh masyarakat.