Menu Tutup

Tahapan Dakwah Rasulullah SAW

Rasulullah berdakwah melalui beberapa tahap. Pertama, secara diam-diam di lingkungan keluarga dan sahabat dekatnya. Diterima oleh istrinya Khadijah, anak pamannya Ali, anak angkatnya Zaid bin Hãritsah, serta sahabat dekatnya Abu Bakar. Melalui Abu Bakar, masuk Islam pula Utsman bin Affan, Zubeir bin Awwam, Saad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan beberapa budak dan fakir miskin. Dakwah ini berlangsung selama tiga tahun.

Kedua, dakwah kepada keturunan Abdul Muthalib. Hal ini dilakukan setelah turunnya wahyu ketiga, sûrah AlSyu’ara’ (ayat 214). Nabi mengumpulkan dan mengajak mereka supaya beriman. Akan tetapi Abu Lahab beserta istrinya mengutuk Nabi, sehingga turun Sûrah al-Masad (ayat 1-5).

Ketiga, dakwah kepada semua orang setelah wahyu Allah sûrah al-Hijir (ayat 94). Pada tahap ini dakwah ditujukan kepada semua lapisan masyarakat, tidak terbatas hanya kepada penduduk Makkah saja, tetapi juga termasuk orangorang yang mengunjungi kota itu.

Dengan usahanya yang gigih tanpa mengenal lelah, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi makin hari semakin bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja dan orang miskin. Meskipun kebanyakan mereka orang-orang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja. Itu sebabnya, dakwah Nabi pada mulanya diterima oleh kaum lemah dari rakyat jelata.

Setelah dakwah Nabi dilakukan secara terangterangan itu, semakin hari semakin bertambah jumlah pengikut Nabi dan pemimpin Quraisy mulai pula berusaha menghalangi dakwah Rasul tersebut, bahkan semakin keras tantangan yang dilancarkan mereka.

Menurut Ahmad Syalabi ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menantang dakwah Islam yang disampaikan Nabi itu.[1]

Pertama, Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.

Kedua, Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad s.a.w. berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.

Ketiga, Takut kehilangan mata pencaharian karena pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki mereka.

Keempat,  Nabi Muhammad s.a.w. menyerukan persamaan hak antara hamba sahaya dan bangsawan. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.

Kelima, Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab.

[1] Ahmad Syalabi, op.cit., h. 87-90.

Baca Juga: