Menu Tutup

Zakat Penghasilan dan Profesi

Pengertian

Zakat menurut bahasa artinya suci dan subur. Sedangkan menurut istilah syara’ adalah mengeluarkan sebagian harta benda atas perintah Allah, sebagai shadaqah wajib kepada mereka yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Secara harfiah zakat berarti tumbuh, berkembang, menyucikan, atau membersihkan. Sedangkan secara terminologi, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sebagaimana ditentukan.

Secara umum zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal yang dapat mendatangkan hasil (uang), relatif banyak dengan cara yang halal dan mudah, baik melalui keahlian tertentu maupun tidak. Sedangkan menurut Zamzami Ahmad, zakat profesi adalah zakat penghasilan yang didapati dan diterima dengan jalan yang halal dalam bentuk upah, honor ataupun gaji.

  1. Orang-orang yang berhak menerima zakat
  • Fakir yaitu orang yaang tidak mempunyai harta atau usaha yang dapat menjamin 50% kebutuhan hidupnya untuk sehari-hari.
  • Miskin yaitu orang yang mempunyai harta dan usaha yang dapat menghasilkan lebih dari 50% untuk kebutuhan hidupnya tetapi tidak mencukupi.
  • ’Amil yaitu panitia zakat yang dapat dipercayakan untuk mengumpulkan dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan hukum Islam.
  • Muallaf yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum kuat imannya dan jiwanya perlu dibina agar bertambah kuat imannya supaya dapat meneruskan imannya.
  • Hamba sahaya yaitu yang mempunyai perjanjian akan dimerdekakan oleh tuan nya dengan jalan menebus dirinya.
  • Gharimin yaitu orang yang berhutang untuksesuatu kepentingan yanng bukan maksiat dan ia tidak sanggup untuk melunasinya
  • Sabilillah yaitu orang yang berjuang dengan suka rela untuk menegakkan agama Allah .
  • Musafir yaitu orang yang kekurangan perbekalan dalam perjalanan dengan maksud baik, seperti menuntut ilmu, menyiarkan agama dan sebagainya.

Pendapat Ulama Fiqih

Jika kita berpegang kepada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan   Muhammad bahwa nisab zakat tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengahnya. Dari penafsiran tersebut dapat kita simpulkan bahwa wajib mengeluarkan zakat atas hasil   penghasilan itu setiap tahunnya. Berdasarkan hal itu, kita dapat menetapkan hasil penghasilan sebagai sumber zakat karena terdapatnya illat (penyebab) yang menurut ulama-ulama fiqih sah dan nisab yang merupakan landasan wajib zakat.

Dan karena Islam mempunyai ukuran dalam mengeluarkan zakat bagi seorang yang dianggap kaya yaitu sebesar 12 junaih emas menurut ukuran junaih Mesir lama. Sehingga ukuran itu harus terpenuhi untuk seseorang dikategorikan berkewajiban membayar zakat, sehingga jelas perbedaan antara orang kaya   yang wajib zakat   dan orang miskin penerima zakat.

Dalam hal ini, Mazhab Hanafi mengatakan bahwa jumlah nisab zakat itu cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus terdapat di pertengahan tahun. Ketentuan itu harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil penghasilan dan profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang tergolong kaya dan siapa yang tergolong miskin, karena seorang pekerja profesi jarang memenuhi kewajiban ketentuan zakat tersebut. Mengenai besar zakat, menurut Mazhab Hanafi bahwa penghasilan dan profesi belum ditemukan contohnya dalam fiqih.

Menurut Akhmad, masalah nisab zakat tergantung hasil uang yang kita peroleh, misalnya Ani menyewakan rumahnya kepada orang lain sehingga dia mendapatkan uang sewa dan uang sewa yang diterima tersebut sudah cukup nisab. Maka Ani tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerima uang tersebut tanpa menunggu waktu setahun untuk mengeluarkan zakat. Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata penghasilan, dan wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab.

Hal itu sesuai dengan apa yang telah kita tegaskan lebih dahulu, bahwa jarang seseorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti yang telah kita tetapkan, meskipun tidak cukup di pertengahan tahun tetapi cukup pada akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang telah berumur setahun.

DAFTAR PUSTAKA

  • Satria Effendi, Ushul Fiqh. Jakarta, Prenada Media, 2005.
  • Suyitno, Heri Junaidi, Anatomi Fiqh Zakat. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.

Baca Juga: