Menu Tutup

Hukum Menikahi Wanita yang Hamil Duluan

Pernikahan adalah ikatan suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang diatur oleh syariat Islam. Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk menjaga kehormatan dan keturunan. Namun, terkadang ada kasus di mana seorang wanita hamil duluan sebelum menikah dengan laki-laki yang bertanggung jawab atas kehamilannya. Apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam? Bagaimana hukum menikahi wanita yang hamil duluan?

Pendapat Pertama: Tidak Boleh Menikah Sampai Melahirkan

Pendapat ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW:

لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الزِّنَا وَالنِّكَاحِ فِي شِعْرٍ مِنْ شَعْرٍ

“Tidak boleh dikumpulkan antara zina dan nikah dalam satu rambut pun.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Hakim)

Hadits ini menunjukkan bahwa tidak boleh menikah dengan wanita yang hamil akibat zina karena itu sama saja dengan menggabungkan antara zina dan nikah. Selain itu, menikah dengan wanita yang hamil duluan juga dapat menimbulkan keraguan tentang nasab anak yang dilahirkan. Apakah anak tersebut termasuk anak zina atau anak nikah? Oleh karena itu, pendapat ini mengatakan bahwa harus menunggu sampai wanita melahirkan anaknya dan menyusui selama dua tahun (masa iddah) sebelum menikah dengan laki-laki yang bertanggung jawab atas kehamilannya.

Pendapat Kedua: Boleh Menikah Dengan Syarat Taubat Nasuha

Pendapat ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW:

“Aku diperintahkan untuk menikahkan orang-orang yang menjaga kehormatan (muhsinin) dan orang-orang yang menjaga kehormatan (muhsinat), dan aku dilarang untuk menikahkan orang-orang yang berzina (zani) dan orang-orang yang berzina (zaniyah) kecuali dengan orang-orang yang berzina atau orang-orang yang musyrik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Hakim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melarang menikah dengan orang-orang yang berzina kecuali dengan orang-orang yang berzina atau musyrik. Namun, ada pengecualian jika orang-orang yang berzina tersebut telah bertaubat nasuha (taubat yang benar-benar ikhlas dan tidak mengulangi dosa). Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran:

وَالزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Orang yang berzina tidak boleh mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik; dan perempuan yang berzina tidak boleh dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik; dan hal itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” (QS. An-Nur: 3)

إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka mereka itu Allah akan mengganti kesalahan-kesalahan mereka dengan kebaikan-kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 70)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan kesempatan kepada orang-orang yang berzina untuk bertaubat nasuha dan menghapus dosa-dosa mereka dengan amal saleh. Jika mereka telah bertaubat nasuha, maka mereka boleh menikah dengan orang-orang mukmin. Oleh karena itu, pendapat ini mengatakan bahwa boleh menikah dengan wanita yang hamil duluan jika laki-laki dan wanita tersebut telah bertaubat nasuha dari perbuatan zina mereka.

Pendapat Ketiga: Boleh Menikah Tanpa Syarat Taubat Nasuha

Pendapat ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW:

“Datanglah seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW dan berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina dengan seorang wanita di pinggiran kota, maka aku ingin menikahinya. Maka Rasulullah SAW memerintahkan dia untuk menikahinya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Hakim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW membolehkan seorang laki-laki yang berzina dengan seorang wanita untuk menikahinya tanpa syarat taubat nasuha. Hal ini karena Rasulullah SAW mengutamakan kepentingan wanita yang hamil duluan agar tidak terbuang dan terzalimi. Selain itu, menikah dengan wanita yang hamil duluan juga dapat mencegah terjadinya fitnah dan mafsadah di masyarakat. Oleh karena itu, pendapat ini mengatakan bahwa boleh menikah dengan wanita yang hamil duluan tanpa syarat taubat nasuha.

Kesimpulan

Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum menikahi wanita yang hamil duluan berbeda-beda tergantung pada kondisi dan situasi masing-masing. Namun, yang paling utama adalah untuk menghindari perbuatan zina dan menjaga kehormatan diri dan agama. Allah berfirman dalam Al-Quran:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)

Baca Juga: