Menu Tutup

Hukum Pengambilan Darah untuk Tes Kesehatan Saat Puasa

Puasa adalah salah satu ibadah wajib bagi umat Islam yang dilakukan di bulan Ramadhan. Puasa memiliki banyak manfaat, baik secara fisik maupun spiritual. Namun, puasa juga menuntut kita untuk menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa, seperti makan, minum, dan berhubungan intim.

Salah satu hal yang sering menjadi pertanyaan adalah apakah pengambilan darah untuk tes kesehatan dapat membatalkan puasa atau tidak. Pengambilan darah untuk tes kesehatan biasanya dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan seseorang, seperti kadar gula darah, kolesterol, asam urat, fungsi hati, ginjal, dan lain-lain.

Pengambilan darah untuk tes kesehatan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pengambilan darah dengan jumlah sedikit dan pengambilan darah dengan jumlah banyak. Pengambilan darah dengan jumlah sedikit biasanya hanya membutuhkan sekitar 5 ml darah atau seukuran jari kelingking. Pengambilan darah dengan jumlah banyak biasanya lebih dari 10 ml darah atau seukuran jempol.

Lalu, bagaimana hukumnya pengambilan darah untuk tes kesehatan saat puasa?

Menurut sebagian besar ulama, pengambilan darah dengan jumlah sedikit tidak membatalkan puasa, karena tidak menyebabkan lemahnya tubuh dan tidak termasuk dalam hal-hal yang membatalkan puasa yang disebutkan dalam syariat Islam. Hal ini didasarkan pada fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz pernah ditanya tentang hukumnya orang yang diambil darahnya dalam keadaan berpuasa Ramadhan untuk diagnosa. Beliau menjawab:

“Diagnosa semacam ini tidak membatalkan puasa, termasuk yang dimaafkan; karena termasuk kebutuhan yang dilakukan, bukan termasuk yang membatalkan puasa yang dikenali dari syari’at yang suci”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 15/274)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya terkait dengan fatwa rukun Islam (478) tentang hukumnya diagnosa darah bagi orang yang berpuasa, apakah termasuk yang membatalkan puasa. Beliau menjawab:

“Orang yang berpuasa tidak batal puasanya dengan dikeluarkan darahnya untuk diagnosa; karena dokter terkadang butuh mengambil darah pasiennya untuk diuji klinis, hal ini tidak membatalkan puasa; karena sedikit jumlah yang diambil tidak mempunyai dampak kepada tubuh seperti bekam, maka tidak termasuk yang membatalkan puasa. Hukum asalnya puasanya tetap ada dan tidak mungkin merusak puasa tersebut kecuali dengan dalil syar’i, di sini tidak ada dalil bahwa orang yang berpuasa itu batal puasanya disebabkan oleh (pengambilan) darah dengan jumlah sedikit tersebut”.

Adapun pengambilan darah dengan jumlah banyak, seperti untuk donor darah atau bekam, maka hukumnya adalah membatalkan puasa. Hal ini karena pengambilan darah dengan jumlah banyak dapat menyebabkan lemahnya tubuh dan mengurangi kesempurnaan ibadah puasa. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam ketika beliau berpuasa”. (HR. Bukhari no. 1930 dan Muslim no. 1201)

Dalam riwayat lain disebutkan:

“Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam ketika beliau berpuasa dan beliau membatalkan puasanya”. (HR. Ahmad no. 2419 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 3660)

Dari hadits-hadits di atas, para ulama berbeda pendapat tentang hukum bekam bagi orang yang berpuasa. Sebagian ulama berpendapat bahwa bekam membatalkan puasa, baik bagi yang berbekam maupun yang membekam. Ini adalah pendapat Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan sebagian ulama Hanafi. Mereka mengambil dalil dari riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan puasanya setelah berbekam.

Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa bekam tidak membatalkan puasa, kecuali jika menyebabkan lemahnya tubuh. Ini adalah pendapat sebagian ulama Hanafi dan sebagian ulama kontemporer. Mereka mengambil dalil dari riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam ketika beliau berpuasa tanpa menyebutkan pembatalan puasa.

Namun, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, yaitu bekam membatalkan puasa, karena lebih sesuai dengan dalil yang lebih shahih dan lebih menjaga kesempurnaan ibadah puasa. Oleh karena itu, sebaiknya orang yang berpuasa tidak melakukan bekam atau donor darah kecuali jika ada kebutuhan mendesak dan tidak dapat ditunda sampai berbuka.

Jika seseorang telah melakukan bekam atau donor darah saat puasa, maka ia harus mengganti puasanya di hari lain setelah Ramadhan. Jika ia tidak tahu bahwa hal itu dapat membatalkan puasa atau lupa atau dipaksa, maka ia tidak perlu mengganti puasanya.

Demikianlah hukum pengambilan darah untuk tes kesehatan saat puasa. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang syariat Islam. Wallahu a’lam.

Baca Juga: