Menu Tutup

Setan Dibelenggu Saat Ramadhan, Tapi Masih Ada Kemaksiatan?

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan rahmat bagi umat Islam. Di bulan ini, Allah SWT mewajibkan umat-Nya untuk berpuasa dari fajar hingga maghrib sebagai salah satu rukun Islam. Selain itu, Allah SWT juga memberikan berbagai kemuliaan dan keutamaan bagi orang-orang yang berpuasa, seperti dilipatgandakannya pahala amal ibadah, dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka, dan dibelenggunya setan-setan.

Namun, meskipun setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan, kita masih sering mendengar atau melihat berbagai perbuatan maksiat yang terjadi di masyarakat. Misalnya, ada orang yang berzina, mencuri, berbohong, menggunjing, memfitnah, menyakiti orang lain, dan sebagainya. Lalu, bagaimana penjelasan tentang hal ini? Apakah benar setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan? Dan jika benar, siapa yang menggoda manusia untuk bermaksiat?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu merujuk kepada sumber-sumber yang shahih dan valid dari Al-Quran dan Hadits. Dari sana kita akan menemukan penjelasan yang jelas dan tegas tentang masalah ini.

Pertama-tama, kita harus memahami apa maksud dari hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA sebagai berikut:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ وَغُلِقَتْ أَبْوَابَ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيْطَان

“Apabila datang bulan Ramadlan maka syaitan-syaitan dibelenggu, pintu-pintu surga dibuka, dan pintu-pintu neraka ditutup,” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Allah SWT memberikan kemudahan dan kesempatan bagi umat Islam untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan mereka di bulan Ramadhan dengan mengurangi gangguan dan godaan dari setan-setan. Namun, apakah maksud dari setan-setan dibelenggu itu?

Para ulama telah memberikan beberapa penafsiran tentang makna dari setan-setan dibelenggu itu. Ada yang memahaminya secara literal atau hakiki, yaitu bahwa setan-setan benar-benar dibelenggu dengan rantai atau sejenisnya sehingga tidak bisa bergerak atau berbuat apa-apa. Ada juga yang memahaminya secara majazi atau kiasan, yaitu bahwa setan-setan tidak benar-benar dibelenggu secara fisik tetapi dibatasi kekuatan dan pengaruhnya terhadap manusia.

Salah satu ulama yang memberikan penjelasan tentang makna setan-setan dibelenggu adalah Ibnu Baththal. Beliau mengatakan bahwa ada dua pendekatan yang diajukan para ulama tentang hal ini. Pertama, pendekatan dengan makna hakiki, yaitu mereka (setan-setan) dibelenggu dalam pengertian secara hakiki sehingga intensitas mereka menggoda manusia menjadi berkurang, berbeda dengan yang dilakukan pada bulan selain Ramadhan.

Kedua, pendekatan dengan makna majazi, yaitu mereka (setan-setan) tidak benar-benar dibelenggu secara fisik tetapi dibatasi kekuatan dan pengaruhnya terhadap manusia. Hal ini karena Allah SWT memberikan perlindungan dan pertolongan kepada orang-orang yang berpuasa dari godaan setan-setan. Sehingga, orang-orang yang berpuasa lebih mudah untuk menangkal bisikan dan rayuan setan-setan daripada orang-orang yang tidak berpuasa.

Dari dua pendekatan di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan bukan berarti mereka tidak ada sama sekali atau tidak bisa berbuat apa-apa. Tetapi, mereka masih ada dan bisa berbuat sesuatu tetapi dengan tingkat yang lebih rendah dan lemah daripada bulan-bulan lainnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh meremehkan atau menganggap enteng setan-setan di bulan Ramadhan. Kita tetap harus waspada dan berhati-hati terhadap tipu daya dan muslihat mereka.

Lalu, jika setan-setan dibelenggu di bulan Ramadhan, siapa yang menggoda manusia untuk bermaksiat? Jawabannya adalah hawa nafsu manusia sendiri. Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa manusia untuk mengikuti hal-hal yang sesuai dengan selera dan keinginan dirinya tanpa memperhatikan batas-batas syariat Allah SWT. Hawa nafsu bisa berasal dari diri manusia sendiri atau dari pengaruh lingkungan sekitarnya.

Hawa nafsu manusia tidak dibelenggu atau dibatasi di bulan Ramadhan. Bahkan, hawa nafsu manusia bisa menjadi lebih kuat dan liar di bulan Ramadhan karena adanya faktor-faktor seperti lapar, haus, lelah, marah, bosan, dan sebagainya. Hawa nafsu manusia juga bisa dipengaruhi oleh media sosial, internet, televisi, film, musik, dan lain-lain yang sering menampilkan hal-hal yang negatif dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Oleh karena itu, kita harus lebih berjuang dan berusaha keras untuk mengendalikan hawa nafsu kita di bulan Ramadhan. Kita harus menjaga pandangan, pendengaran, perkataan, perbuatan, dan hati kita dari hal-hal yang dapat merusak puasa kita. Kita harus memperbanyak ibadah, dzikir, doa, baca Al-Quran, belajar ilmu agama, bersedekah, dan berbuat baik kepada sesama. Kita harus menjauhi hal-hal yang sia-sia, mubazir, maksiat, dan dosa.

Dengan demikian, kita bisa memanfaatkan bulan Ramadhan sebagai kesempatan untuk membersihkan diri kita dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan setan-setan. Kita bisa meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Kita bisa meraih keberkahan dan rahmat Allah SWT di dunia dan akhirat. Kita bisa menjadi orang-orang yang sukses di dunia dan akhirat.

Baca Juga: