Menu Tutup

Nasab Anak di Luar Nikah dalam Islam

Nasab adalah hubungan kekerabatan yang ditentukan oleh garis keturunan. Nasab memiliki implikasi hukum dalam hal waris, mahram, nafkah, dan lain-lain. Nasab juga merupakan salah satu hak asasi anak yang harus diakui dan dilindungi.

Namun, bagaimana nasib nasab anak yang lahir di luar nikah? Apakah anak tersebut memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya? Bagaimana hukum waris dan nafkah bagi anak tersebut? Bagaimana pandangan Islam terhadap anak yang lahir dari hubungan seksual yang tidak sah?

Dalam artikel ini, kita akan membahas status nasab anak di luar nikah dalam perspektif fikih Islam dan kompilasi hukum Islam (KHI) di Indonesia.

Status Nasab Anak di Luar Nikah dalam Fikih Islam

Para ulama fikih berbeda pendapat mengenai status nasab anak di luar nikah. Secara umum, ada tiga pendapat utama:

  1. Pendapat pertama: Anak di luar nikah tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya, meskipun ayah tersebut mengakuinya. Anak tersebut hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama dari madzhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali. Dasar pendapat ini adalah hadis Nabi saw.:

لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تُهْدِيَ مِنْ وَلَدِهَا إِلَّا مَنْ زَنَى بِهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ

“Tiada halal bagi seorang wanita untuk memberikan (nasab) dari anaknya kecuali kepada orang yang berzina dengannya, karena sesungguhnya dia tidak memiliki anak.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim).

  1. Pendapat kedua: Anak di luar nikah memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya jika ayah tersebut mengakuinya dengan bukti-bukti yang kuat. Anak tersebut juga memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Pendapat ini adalah pendapat sebagian ulama dari madzhab Hanafi dan sebagian ulama salaf seperti Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, dan Ibnu Rahawaih. Dasar pendapat ini adalah hadis Nabi saw.:

الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ

“Anak itu milik tempat tidur (suami sah) dan bagi pezina adalah batu (penolakan).” (HR. Bukhari dan Muslim).

  1. Pendapat ketiga: Anak di luar nikah memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya jika ayah tersebut menikahi ibunya sebelum atau sesudah melahirkan anak tersebut, meskipun tanpa bukti-bukti yang kuat. Anak tersebut juga memiliki hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Pendapat ini adalah pendapat sebagian ulama dari madzhab Hanafi seperti Abu Hanifah dan sebagian ulama salaf seperti Ibrahim An-Nakha’i. Dasar pendapat ini adalah kaidah fikih:

“Pernikahan menetapkan nasab.”

Status Nasab Anak di Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah kumpulan ketentuan hukum Islam yang berlaku di Indonesia. KHI mengatur berbagai aspek hukum keluarga, termasuk status nasab anak di luar nikah.

Menurut Pasal 100 KHI:

“Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.”

Pasal ini sejalan dengan pendapat pertama dalam fikih Islam. Artinya, anak di luar nikah tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya, meskipun ayah tersebut mengakuinya.

Namun, ada pengecualian dalam Pasal 101 KHI:

“Anak yang lahir di luar perkawinan dapat mempunyai hubungan nasab dengan ayahnya apabila ayahnya mengakuinya sebagai anaknya dengan akta pengakuan yang dibuat oleh pejabat pembuat akta catatan sipil atau pejabat lain yang ditunjuk oleh pemerintah.”

Pasal ini sejalan dengan pendapat kedua dalam fikih Islam. Artinya, anak di luar nikah dapat memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya jika ayah tersebut mengakuinya dengan bukti-bukti yang kuat, yaitu akta pengakuan.

Pasal 102 KHI menambahkan syarat-syarat untuk pengakuan tersebut:

“Pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dapat dilakukan apabila:

a. Ayah dan ibu anak tersebut telah melakukan perkawinan setelah anak itu lahir;

b. Ayah dan ibu anak tersebut tidak dapat melakukan perkawinan karena ada halangan yang bersifat tetap;

c. Ayah dan ibu anak tersebut tidak dapat melakukan perkawinan karena salah satu atau kedua-duanya telah meninggal dunia.”

Pasal ini juga sejalan dengan pendapat ketiga dalam fikih Islam. Artinya, anak di luar nikah dapat memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya jika ayah tersebut menikahi ibunya sebelum atau sesudah melahirkan anak tersebut.

Dampak Hukum Nasab Anak di Luar Nikah

Nasab anak di luar nikah memiliki dampak hukum dalam hal waris, mahram, nafkah, dan lain-lain. Berikut adalah beberapa dampak hukum nasab anak di luar nikah menurut KHI:

  1. Waris: Anak di luar nikah hanya berhak mewarisi ibunya dan keluarga ibunya. Anak tersebut tidak berhak mewarisi ayah biologisnya atau keluarga ayah biologisnya, kecuali jika ayah tersebut mengakuinya dengan akta pengakuan (Pasal 103 KHI).
  2. Mahram: Anak di luar nikah hanya menjadi mahram bagi ibunya dan keluarga ibunya. Anak tersebut tidak menjadi mahram bagi ayah biologisnya atau keluarga ayah biologisnya, kecuali jika ayah tersebut mengakuinya dengan akta pengakuan (Pasal 104 KHI).
  3. Nafkah: Anak di luar nikah hanya berhak mendapatkan nafkah dari ibunya dan keluarga ibunya. Anak tersebut tidak berhak mendapatkan nafkah dari ayah biologisnya atau keluarga ayah biologisnya, kecuali jika ayah tersebut mengakuinya dengan akta pengakuan (Pasal 105 KHI).
  4. Nama: Anak di luar nikah hanya menggunakan nama dari ibunya dan keluarga ibunya. Anak tersebut tidak menggunakan nama dari ayah biologisnya atau keluarga ayah biologisnya, kecuali jika ayah tersebut mengakuinya dengan akta pengakuan (Pasal 106 KHI).
  5. Pendidikan: Anak di luar nikah berhak mendapatkan pendidikan yang layak dari ibunya dan keluarga ibunya. Anak tersebut tidak berhak mendapatkan pendidikan dari ayah biologisnya atau keluarga ayah biologisnya, kecuali jika ayah tersebut mengakuinya dengan akta pengakuan (Pasal 107 KHI).
  6. Perlindungan: Anak di luar nikah berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara dan masyarakat. Anak tersebut tidak boleh didiskriminasi atau dieksploitasi karena status nasabnya (Pasal 108 KHI).

Penutup

Nasab anak di luar nikah merupakan masalah yang kompleks dan sensitif dalam Islam. Islam menghormati hak-hak anak sebagai makhluk Allah yang berharga dan berpotensi. Islam juga menjaga kehormatan dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam hubungan seksual yang tidak sah.

Oleh karena itu, Islam memberikan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur status nasab anak di luar nikah, baik dalam fikih maupun dalam KHI. Ketentuan-ketentuan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengakuan hukum bagi anak di luar nikah, sekaligus memberikan sanksi dan tanggung jawab bagi orang tua biologisnya.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan kita tentang nasab anak di luar nikah dalam Islam. Wallahu a’lam bish-shawab.

Baca Juga: