Anak angkat adalah anak yang diangkat oleh seseorang atau keluarga untuk diberi status sebagai anak dalam rangkaian hukum dan sosial. Pengangkatan anak ini dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga yang tidak memiliki anak atau ingin mengasuh seorang anak, baik secara sukarela ataupun atas alasan tertentu. Dalam konteks ini, baik hukum Islam maupun hukum positif di Indonesia memiliki pengaturan masing-masing mengenai status anak angkat, hak, kewajiban, serta tanggung jawab yang menyertainya.
1. Pengertian Anak Angkat dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak bukan berarti bahwa anak angkat menjadi anak yang sepenuhnya dapat dianggap sebagai anak kandung dalam hal warisan dan hubungan darah. Pengangkatan anak lebih dilihat sebagai usaha untuk memberikan perlindungan, pendidikan, dan kasih sayang kepada anak yang membutuhkan.
Secara umum, anak angkat dalam Islam disebut sebagai “ibn al-raqabah” atau anak yang diangkat tanpa mengubah nasab (garis keturunan) asli anak tersebut. Ini berarti, meskipun anak tersebut tinggal dengan orang tua angkat dan mendapat perawatan, ia tetap tidak mendapatkan hak warisan dari orang tua angkatnya, kecuali ada pengaturan lain dalam wasiat.
Hal ini dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis, seperti dalam Surah Al-Ahzab (33:4-5), yang menegaskan bahwa anak angkat tidak menggantikan nasab asli anak tersebut. Ayat ini mengisyaratkan bahwa meskipun anak tersebut diperlakukan dengan penuh kasih sayang dan diperhatikan oleh orang tua angkat, status nasab atau keturunannya tetap berada pada orang tua biologisnya.
2. Hukum Warisan untuk Anak Angkat dalam Islam
Hukum warisan dalam Islam cukup jelas. Anak angkat tidak berhak mendapatkan harta warisan dari orang tua angkat. Warisan hanya dapat diberikan kepada anak kandung, suami, atau istri yang sah. Meskipun demikian, orang tua angkat masih dapat memberikan hadiah atau wasiat kepada anak angkatnya, yang bukan merupakan bagian dari warisan wajib.
Namun, anak angkat dapat memperoleh hak-hak lainnya dalam hal perlindungan, nafkah, pendidikan, dan perawatan. Dalam hal ini, hukum Islam menekankan prinsip kasih sayang dan perlakuan adil terhadap anak angkat, tanpa melibatkan pengubahan nasab.
3. Pengertian Anak Angkat dalam Hukum Positif di Indonesia
Dalam sistem hukum positif Indonesia, pengangkatan anak diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang kemudian mengalami perubahan dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014. Hukum positif Indonesia memberikan pengertian yang lebih luas mengenai status anak angkat.
Menurut UU No. 23 Tahun 2002, anak angkat adalah anak yang diangkat oleh orang tua atau keluarga yang sah untuk mendapatkan perlindungan, pendidikan, dan hak-hak lainnya sebagaimana anak kandung. Proses pengangkatan anak ini dilakukan melalui prosedur yang sah secara hukum, yakni dengan persetujuan dari pengadilan. Dengan demikian, anak angkat dapat memperoleh hak-hak hukum yang meliputi status anak dalam keluarga, nafkah, serta hak-hak lainnya.
Dalam hal pengangkatan anak secara hukum, di Indonesia, anak angkat dapat memperoleh hak warisan dari orang tua angkatnya jika memang diatur dalam wasiat. Proses pengangkatan anak ini harus melalui jalur hukum yang sah dan mendapat pengesahan dari pengadilan.
4. Hak dan Kewajiban Anak Angkat dalam Hukum Positif
Anak angkat dalam hukum positif Indonesia mendapatkan hak-hak yang sama dengan anak kandung dalam beberapa aspek, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Orang tua angkat memiliki kewajiban untuk memberikan perawatan yang baik, memberi nafkah, serta memberikan pendidikan yang sesuai untuk anak angkatnya.
Berbeda dengan hukum Islam yang tidak mengakui hak warisan anak angkat dari orang tua angkat, hukum positif di Indonesia memberikan kemungkinan tersebut melalui ketentuan yang lebih fleksibel, terutama dalam hal wasiat dan hak perwalian.
5. Persamaan dan Perbedaan Antara Hukum Islam dan Hukum Positif
- Persamaan:
- Baik dalam hukum Islam maupun hukum positif, anak angkat berhak mendapatkan perlindungan, kasih sayang, dan perawatan yang memadai dari orang tua angkat.
- Proses pengangkatan anak juga memerlukan prosedur yang sah dan tidak dapat dilakukan sembarangan.
- Orang tua angkat bertanggung jawab atas kesejahteraan anak angkat, baik secara fisik, mental, dan sosial.
- Perbedaan:
- Dalam hukum Islam, anak angkat tidak dapat mengubah nasab dan tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya. Sementara dalam hukum positif, anak angkat bisa mendapatkan hak warisan jika ada wasiat yang mengaturnya.
- Hukum Islam lebih menekankan pada perlindungan sosial tanpa mengubah hubungan keturunan asli, sedangkan hukum positif memberikan status anak angkat yang lebih setara dengan anak kandung dalam hal hak-hak keluarga.
6. Proses Pengangkatan Anak dalam Perspektif Hukum Islam dan Positif
- Hukum Islam: Pengangkatan anak dalam Islam dilakukan dengan niat yang baik untuk memberikan perlindungan dan kasih sayang, tetapi prosesnya tidak mengubah status keturunan anak tersebut. Prosesnya lebih bersifat sosial dan tidak melibatkan perubahan administratif nasab.
- Hukum Positif: Dalam sistem hukum Indonesia, pengangkatan anak melibatkan proses hukum formal, termasuk persetujuan dari pengadilan dan pengesahan secara administrasi. Anak angkat mendapatkan hak-hak yang diatur dalam undang-undang, termasuk hak-hak sosial dan keluarga.
7. Kesimpulan
Pengertian anak angkat dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif memiliki beberapa kesamaan, namun juga perbedaan mendasar, terutama terkait dengan pengaturan warisan dan status keturunan. Dalam hukum Islam, anak angkat tetap dianggap sebagai anak dengan nasab orang tua biologisnya, sementara dalam hukum positif Indonesia, pengangkatan anak dapat memberikan hak-hak yang hampir setara dengan anak kandung, termasuk dalam hal warisan, jika diatur dalam wasiat. Dengan memahami kedua perspektif ini, orang tua angkat dapat lebih bijak dalam menjalani proses pengangkatan anak dan memenuhi hak-hak anak angkat sesuai dengan aturan yang berlaku.