Menu Tutup

Pentingnya Bermazhab Imam yang Empat

Ketahuilah bahwa sesungguhnya mengikuti mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) mengandung kemaslahatan yang bersar dan meninggalkan seluruhnya membawa resiko kerusakan yang fatal. Umat Islam telah sepakat bulat untuk mengacu dan menjadikan ulama salaf sebagai pedoman dalam mengetahui, memahami, dan mengamalkan syariat secara benar.

Syariat Islam tidak dapat diketahui kecuali dengan cara naql (mengambil dari generasi sebelumnya) dan istinbath (mengeluarkan dari sumbernya Al-Qur’an Al hadist melalui ijtihad untuk menetapkan hukum). Naql tidak mungkin dilakukan dengan benar kecuali dengan cara

setiap generasi mengambil langsung dari generasi sebelumnya secara berkesinambungan. sedangkan untuk istinbath, disyaratkan harus mengetahui mazhab-mazhab ulama generasi terdahulu agar tidak menyimpang dari pendapat-pendapat mereka yang bisa berakibat menyalahi kesepakatan mereka(ijma’) sebab semua pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki seseorang, misalnya dibidang shorof, nahwu, kedektoran, perdagangan dan keahlian logam mulia, tidak mungkin begitu saja mudah dipelajari oleh seseorang kecuali dengan terus menerus belajar kepada ahlinya. Diluar cara itu sungguh sangat langka dan jauh dari kemungkinan, bahkan nyaris tidak pernah terjadi, kendatipun secara akal boleh saja terjadi.

Jika pendapat-pendapat para ulama salaf telah menjadi keniscayaan untuk dijadikan pedoman, maka pendapat-pendapat mereka yang dijadikan pedoman itu haruslah diriwayatkan dengan sanad (mata-rantai) yang benar dan bisa dipercaya, atau dituliskan dalam kitab-kitab yang masyhurdan telah diolah (dikomentari) dengan menjelaskan pendapat yang unggul dari pendapat lain yang serupa, menyendirikan persoalan yang khusus (takhshish) dari yang umum, membatasi yang muthlaq dalam konteks tertentu, menghimpun dan menjabarkan pendapat yang berbeda dalam persoalan yang masih diperselisihkan serta menjelaskan alasan timbulnya hukum yang demikian. Karena itu, apabila pendapat-pendapat ulama tadi tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan seperti diatas, maka pendapat tersebut tidak dapat dijadikan pedoman.

Tidak ada satu mazhabpun di zaman akhir ini yang memenuhi syarat dan sifat seperti diatas selain mazhab empat ini. Memang ada juga mazhab yang mendekati syarat dan sifat diatas, yaitu mazhabImamiyah (Syi’ah) dan Zaydiyah (golongan Syi’ah). Namun keduanya adalah golongan ahlubid’ah, sehingga keduanya tidak boleh dijadikan pegangan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihiwasallam telah bersabda: “Ikutilah golongan terbesar (as- Sawadal-A’zham)!”. Ketika beberapa mazhab yang tergolong benar telah hilang dan yang tersisa hanya tinggal empat mazhab ini, maka nyatalah bahwa mengikuti empat mazhab berarti mengikuti as-Sawadal-A’zham, dan keluar dari sana berarti telah keluar dari as-Sawadal- A’zham.

Inilah pengertian yang secara tidak langsung ditunjukkan oleh Khalifah ‘Umar bin Khatthabradhiyallaahu ‘anhu melalui perkataannya: “Islam akan hancur akibat kelihaian orang-orang munafik dalam berdebat dengan menggunakan al-Qur’an” Dan juga sahabat Ibnu Mas’ud berpesan: “Barangsiapa menjadi pengikut (yang baik) maka hendaklah mengikuti (para ulama) generasi sebelumnya.”Dengan demikan gagasan yang pernah dilontarkan Ibnu Hazm bahwa taqlid itu hukumnya haram, sesungguhnya hanya ditujukan kepada orang yang memiliki kemampuan berijtihad meskipun hanya dalam satu permasalahan.

Dan ketahuilah, bahwa setiap orang yang sudah mukallaf (aqilbaligh) yang tidak mampu berijtihad secara mutlak, harus mengikuti salah satu dari empat mazhab dan tidak boleh baginya untuk ber-istidlal (mengambil dalil secara langsung) dari al-Qur’an atau Hadits. Ini didasarkan pada firman Allah Ta’ala (yang artinya kurang lebih): “Dan seandainya menyerahkan (urusan itu) kepada Rasul dan ulilamri (yang menguasai pada bidangnya) diantara mereka, niscayalah orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran akan dapat mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulilamri).”

Dan telah dimaklumi, bahwa mereka yang dapat ber-istinbath (mengambil dalil langsung dari al-Qur’an dan Hadits) adalah orang-orang yang telah memiliki cukup keahlian dan kemampuan berijtihad, bukan orang lain, sebagaimana keterangan yang diuraikan dalam bab ijtihad di berbagai kitab. Adapun orang yang dapat menyandang status mujtahid, maka haram baginya untuk bertaqlid dalam persoalan yang ia sendiri mampu berijtihad, karena kemampuannya berijtihad justru menjadi acuan bagi mereka yang taqlid. Namun demikian, mujtahid mustaqill (mujtahid yang mampu menggali hukum langsung dari sumbernya, al-Qur’an dan Hadits) dengan memenuhi segala persyaratnnya, ternyata sudah tidak ditemukan lagi sejak kira-kira enam ratus tahun yang silam, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Shalahrahimahullaauta’ala. Bahkan, beberapa ulama pengikut mazhabSyafi’i menjelaskan bahwa mengikuti selain empat mazhab adalah tidak boleh, karena tidak ada jaminan kebenaran atas hubungan mazhab itu dengan para imam yang bersangkutan, sebab tidak adanya sanad (mata-rantai) yang dapat menjamin dari beberapa kekeliruan dan perubahan.

Berbeda dengan mazhab empat, karena para pemimpinnya telah mencurahkan jerih payahnya dalam mengkodifikasi (menghimpun) pendapat-pendapat serta menjelaskan hal-hal yang telah ditetapkan atau yang tidak ditetapkan oleh pendiri mazhab. Dengan begitu, maka para pengikutnya menjadi aman dari segala perubahan dan kekeliruan, serta bisa mengetahui mana pendapat yang benar dan yang lemah.Para imam dari masing-masing empat mazhab ini begitu dikenal, sehingga orang yang bertanya tidak perlu lagi diberikan pengenalan kepada mereka, karena begitu nama mereka disebut, dengan sendirinya orang bertanya pasti mengenalnya.

Baca Juga: