Pada saat musim kekeringan dan kelaparan datanglah orang berduyun-duyun dari kota dan desa-desa pinggiran Mesir, bahkan dari negara-negara yang berhampiran Mesir yang sudah kekurangan bahan makanan bagi rakyatnya. Mereka datang mengharap pertolongan Nabi Yusuf untuk memberi kesempatan membeli gandum serta lain-lain bahan makanan yang masih tersedia dalam gudang-gudang pemerintah.
Di antara para pendatang yang ingin berbelanja di Mesir terdapat rombongan orang-orang Palestina, termasuk di antara mereka ialah saudara- saudara Nabi Yusuf sendiri, ialah penyebab utama bagi penderitaan yang telah di alaminya. Nabi Yusuf segera mengenal mereka tetapi sebaliknya mereka tidak mengenal akan Nabi Yusuf yang pernah dilemparkan ke dalam sumur. Bahkan tidak terlintas dalam fikiran mereka bahwa Yusuf masih hidup, apa lagi menjadi orang besar memimpin negara Mesir sebagai wakil Raja yang berkuasa mutlak.
Sejak awal Nabi Yusuf melihat wajah-wajah saudaranya yang datang memerlukan gandum, tidak ada niat sedikit pun dalam hatinya hendak mempersulit mereka sebagai balas dendam atas perbuatan yang mereka telah lakukan terhadap dirinya. Soal yang dilakukan dengan mereka hanya sekadar ingin mengetahui keadaan ayah dan adik bungsunya, Benyamin yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan dan hanya sekadar taktik untuk mempertemukan kembali dengan ayah dan saudara-saudaranya yang sudah lama terpisah.
Kemudian Nabi Yusuf memerintahkan pegawai-pegawainya mengisi karung-karung saudaranya dengan gandum dan bahan makanan yang mereka perlukan. Sedang emas dan perak yang mereka bawa untuk harga gandum dan bahan makan itu, diisikan kembali ke dalam karung-karung mereka secara diam-diam tanpa mereka ketahui.
Setibanya kembali di Palestina berceritalah merek kepada ayahnya Ya’qub tentang perjalanan mereka dan bagaimana Yusuf menerima mereka, yang dipujinya sebagai penguasa yang bijaksana, adil, sabar, rendah hati dan sangat ramah. Tanpa sedikit kesukaranpun mereka telah diberikan keperluan mereka dari gandum yang diisikan sekali oleh pegawai-pegawai Yusuf ke dalam karung mereka.
Disampaikan pula oleh mereka kepada ayahnya, bahwa mereka diharuskan oleh Yusuf membawa adik bungsu mereka ke Mesir, bila mereka datang lagi untuk membeli gandum dan bahan makanan. Tanpa membawa adik termaksud, mereka tidak akan dilayani dan diperkenankan membeli gandum yang mereka perlukan. Karenanya mereka dari jauh-jauh mohon agar mereka diperkenankan membawa adik mereka Benyamin bila mereka harus kembali ke Mesir untuk membeli gandum.
Berkata Nabi Ya’qub serta merta setelah mendengar cerita putera-puteranya: “Tidak, sesekali tidak akan ku berikan izinkan kepadamu untuk membawa Benyamin jauh dariku. Aku tidak akan mempercayakan Benyamin kepadamu setelah apa yang terjadi dengan diri Yusuf adikmu. Kamu telah berjanji akan menjaganya baik-baik, bahkan sanggup mengorbankan jiwa- ragamu untuk keselamatannya.
Ketika karung-karung yang dibawa kembali dari Mesir dibongkar, ternyata didalamnya terdapat barang-barang emas dan perak yang telah mereka bayarkan untuk harga gandum yang dibeli. Maka seraya tercengang bercampur gembira, berlari-larilah mereka menyampaikan keheranan mereka kepada ayahnya. Mereka berkata: “Wahai ayah! Kami tidak berdusta dalam cerita kami tentang itu penguasa Mesir orang baik hati. Lihatlah emas dan perak yang telah kami bayarkan untuk ganti gandum yang kami terima, dipulangkan kembali ke dalam karung-karung kami tanpa kami mengetahui. Jadi apa yang kami bawa ini adalah pemberian percuma dari penguasa Mesir yang sangat murah hati itu.”
Dengan diperolehnya gandum, bantuan percuma dari putera yang tidak mereka kenali, keluarga Ya’qub menjadi tenang dan merasa buat beberapa waktu, bahwa api didapur rumah akan tetap menyala. akan tetapi persediaan yang terbatas itu tidak bertahan lama jika tidak disusul dengan pengisian stok baru selama musim kemarau belum berakhir.
Demikianlah maka Nabi Ya’qub yang melihat persediaan gandumnya makin hari makin berkurangan sedangkan tanda-tanda krisis makanan akan berakhir belum nampak, terpaksalah ia mengutus putera-puteranya kembali ke Mesir untuk meminta bahan makan untuk kedua kalinya dari Yusuf wakil Raja negeri itu. Dan karena putera-putera Ya’qub tidak akan berangkat ke Mesir tanpa Benyamin, sesuai janji mereka kepada Yusuf, maka terpaksa pulalah Ya’qub mengikut sertakan putera bungsunya Benyamin dalam rombongan.
Setibanya di istana kerajaan merek diterima oleh adik mereka sendiri Yusuf yang belum mereka kenal kembali, dengan penuh ramah-tamah dan dihormati dengan jamuan makan. Bagi mereka disediakan tempat penginapan untuk setiap dua orang sebuah rumah, sedang adik bungs Yusuf, Benyamin diajak bersamanya menginap di dalam istana.
Sewaktu berada berduaan dengan Yusuf, Benyamin mencucurkan airmata seraya berkata kepada kakaknya yang belum dikenal kembali: “Andaikan kakakku Yusuf masih hidup, niscaya engkau akan menempatkan aku bersamanya di sebuah rumah tersendiri sebagaimana saudara- saudaraku yang lain.” Yusuf lalu menghiburkan hati adiknya dengan kata-
kata: “Sukakah engkau bila aku menjadi kakakmu menggantikan kakakmu yang hilang itu?” Benyamin menjawab: “Tentu namun sayang sekali bahwa engkau tidak dilahirkan oleh ayahku Ya’qub dan ibuku Rahil.”
Mendengar kata-kata si adiknya, bercucuranlah air mata Yusuf, lalu memeluk adiknya sambil mengaku bahwa dia adalah Yusuf, kakanya yang hilang itu. Ia menceritakan kepada adiknya penderitaan-penderitaan yang telah dialami sejak ia dicampakkan ke dalam sumur tua, diperjual-belikan sebagai hamba sahaya, ditahannya dalam penjara selama bertahun-tahun tanpa dosa dan akhirnya berkat rahmat dan kurnia Tuhan diangkatlah ia sebagai wakil raja yang berkuasa mutlak.
Yusuf mengakhiri beritanya dengan berpesan kepada adiknya, agar merahasiakan apa yang telah ia dengarkan dan jangan sampai diketahui oleh saudara-saudaranya yang lain. Kisah pertemuan Yusuf dengan saudaranya dikisahkan dalam Al-Qur’an pada (QS. Yusuf [12] : 58-69)
Nabi Yusuf menerima saudara-saudaranya sebagai tamu selama tiga hari tiga malam. Setelah selesai masa bertamu bersiap-siaplah mereka untuk pulang kembali ke negerinya, sesudah karung-karung mereka diisi dengan penuh gandum dan bahan-bahan makanan lain yang mereka perlukan.
Setelah berjabat tangan, meminta diri dari Yusuf, bergeraklah kafilah mereka menuju pintu gerbang ke luar kota. Tetapi sebelum kafilah sempat melewati batas kota, tiba-tiba beberapa pengawal istana yang berkuda mengejar mereka dan memerintah agar berhenti dan dilarang meneruskan perjalanan, sebelum diadakan pemeriksaan terhadap barang-barang mereka bawa. Para pengawal mengatakan bahwa sebuah piala gelas minum raja telah hilang dan mungkin salah seorang dari mereka yang mencurinya.
Penggeledahan dilakukan oleh para pengawal, barang-barang serta karung-karung diturunkan dari atas punggung unta, dibongkar dan diperiksa. Sejurus kemudian berteriaklah salah seorang pengawal dengan memegang piala di tangannya seraya berkata: “Inilah dia piala yang hilang.”Para anggota rombongan terkejut, mengangakan mulut, sambil memandang satu dengan yang lain keheranan, seakan-akan masing-masing bertanya di dalam diri sendiri, gerangan musibah apakah yang menimpa mereka ini?
Bertanya pemimpin rombongan kepada pengawal, dari mana mereka dapatkan piala itu. Mereka menujukan kepada salah satu bagasi, yang ternyata bahwa bagasi itu adalah kepunyaan adik bungsu mereka Benyamin. Maka sesuai dengan peraturan, ditahanlah Benyamin dan tidak diizinkan pulang.
Berangkatlah kafilah Ya’qub kembali ke tanah airnya dengan hanya terdiri dari sembilan orang, meninggalkan di belakang mereka kakak sulungnya Yahudza dan adik bungsunya Benyamin. Setiba mereka di rumah hanya dengan sembilan orang dan menghadap ayahnya menceritakan apa yang telah terjadi pada diri Benyamin dan Yahuda. Nabi Ya’qub berkata seraya berpaling dari mereka dan mengusap dada: “Oh alangkah sedihnya hatiku karena hilangnya Yusuf yang masih terbayang wajahnya di depan mataku. Kini kalian tambah lagi penderitaanku dengan meninggalkan Benyamin di negeri orang untuk kedua kalinya. (Bacalah QS. Yusuf [12] : 70-86 )