Syeikh Nuruddin Ar-Raniry adalah seorang ulama yang lahir di kota Ranir (Rander), Gujarat, India, sekitar akhir abad ke-16¹. Nama lengkapnya adalah Nur al-Din Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Hasanji Ibn Muhammad Ar-Raniry². Ia dikenal sebagai seorang syeikh dalam Tarekat Rifa’iyyah yang didirikan oleh Ahmad Rifa’i³. Ia berguru pada beberapa ulama terkemuka seperti Sayyid Umar Abu Hafsah Abdullah Basyelban, seorang khalifah tarekat di India, dan Sayyid Abdul Rahman Tajuddin, yang mengajari beliau Tarekat Rifa’iyyah². Ia juga memiliki pengetahuan luas yang meliputi sufisme, kalam, fikih, hadits, sejarah, dan perbandingan agama¹.
Peranan di Aceh
Syeikh Nuruddin Ar-Raniry datang ke Aceh pada tahun 1637, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II), putra dan menantu dari Sultan Iskandar Muda¹. Ia mendapat perlindungan dan kedudukan istimewa dari sultan, yang menunjuknya sebagai mufti (Syeikh al-Islam) dan penasehat kesultanan². Ia tinggal di Aceh selama tujuh tahun, dan menghasilkan banyak karya tulis yang berpengaruh¹. Salah satu karya terkenalnya adalah “Bustanus al-Salatin”, sebuah kitab sejarah yang mengisahkan tentang asal-usul dan silsilah para raja-raja Aceh¹.
Salah satu peran penting Syeikh Nuruddin Ar-Raniry di Aceh adalah menentang paham wujudiyyah yang dianut oleh Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani, dua ulama sufi terkemuka di Aceh sebelumnya¹. Paham wujudiyyah adalah doktrin yang mengajarkan tentang kesatuan kewujudan antara Allah dan makhluk-Nya, yang berasal dari pemikiran Al-Hallaj, Ibn ‘Arabi, dan Suhrawardi¹. Menurut paham ini, seorang wali yang mencapai tingkat sukr (‘mabuk’ dalam kecintaan kepada Allah) dan fana’ fi llah (‘hilang’ bersama Allah) dapat mengeluarkan ucapan-ucapan yang tampak menyimpang dari syariat Islam¹. Syeikh Nuruddin Ar-Raniry menganggap paham ini berbahaya bagi akidah umat Islam, terutama yang baru memeluknya, karena dapat menimbulkan kesalahpahaman dan fitnah¹. Ia berusaha membersihkan ajaran-ajaran sufi dari pengaruh paham wujudiyyah, dan mengembalikan kejernihan tauhid dalam pemikiran Islam².
Wafat
Syeikh Nuruddin Ar-Raniry wafat pada 21 September 1658¹. Ia meninggalkan warisan intelektual yang besar bagi dunia Islam, khususnya di Nusantara. Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi agama (UIN Ar-Raniry) di Banda Aceh¹.
Sumber:
(1) Nuruddin al-Raniri – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. https://id.wikipedia.org/wiki/Nuruddin_al-Raniri.
(2) Biografi Syekh Nuruddin Ar-Raniri – Pesantren.ID. https://pesantren.id/biografi-syekh-nuruddin-ar-raniri-12175/.
(3) Syekh Nuruddin Ar-Raniry Halaman 1 – Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com/errendmarchella8740/62488025bb44861b6411fb82/syekh-nuruddin-ar-raniry.
(4) Profil Ulama › LADUNI.ID – Biografi Syekh Nuruddin ar-Raniry. https://www.laduni.id/post/read/64407/biografi-syekh-nuruddin-ar-raniry.