Menu Tutup

Gono-Gini Dalam KHI

Pengertian Gono-Gini

Gono-gini adalah istilah yang digunakan untuk menyebut harta bersama yang diperoleh oleh pasangan suami istri selama dalam ikatan perkawinan. Harta ini berbeda dengan harta bawaan atau harta perolehan yang dimiliki oleh masing-masing suami atau istri secara pribadi. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), harta gono-gini disebut dengan istilah “harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah”¹⁵.

Dasar Hukum Gono-Gini

Hukum positif di Indonesia mengatur tentang gono-gini dalam beberapa ketentuan, antara lain:

– Pasal 35 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa “harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”.

– Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang menyatakan bahwa “suami dan istri mempunyai bagian yang sama dalam harta bersama”.

– Pasal 85 dan 86 KHI, yang menyatakan bahwa “harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh oleh suami dan istri selama perkawinan baik dengan usaha bersama maupun dengan usaha sendiri-sendiri” dan “janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.

Hukum Islam juga mengakui adanya gono-gini meskipun tidak secara eksplisit. Para ulama berbeda pendapat tentang dasar hukum gono-gini dalam Islam. Sebagian mengatakan bahwa Islam tidak mengaturnya secara rinci dan menyerahkan kepada kesepakatan antara suami istri. Sebagian lain mengatakan bahwa Islam mengaturnya dengan prinsip syirkah (kongsi) antara suami istri yang menghasilkan harta bersama²³.

Pembagian Gono-Gini

Pembagian gono-gini biasanya dilakukan ketika terjadi perceraian antara suami istri. Pembagian ini bertujuan untuk memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi kedua belah pihak. Pembagian gono-gini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan perjanjian perkawinan yang dibuat sebelumnya.

Secara umum, pembagian gono-gini dilakukan dengan cara membagi harta bersama menjadi dua bagian yang sama besar bagi suami dan istri. Namun, pembagian ini dapat berbeda tergantung pada faktor-faktor seperti:

– Sumber dan cara perolehan harta bersama
– Kontribusi dan tanggung jawab masing-masing suami istri dalam mengurus dan mengembangkan harta bersama
– Kebutuhan dan kondisi ekonomi masing-masing suami istri setelah perceraian
– Adanya nafkah mut’ah atau nafkah iddah bagi istri
– Adanya anak-anak dari perkawinan tersebut dan hak asuh mereka

Pembagian gono-gini harus dilakukan dengan musyawarah dan mufakat antara suami istri. Jika tidak tercapai kesepakatan, maka dapat diajukan ke pengadilan untuk diputuskan oleh hakim¹²⁴.

Sumber:
(1) Pembagian Harta Gono-Gini dalam Islam | Mahally. https://bing.com/search?q=Gono-Gini+Dalam+KHI.
(2) Pembagian Harta Gono-Gini dalam Islam | Mahally. https://www.mahally.ac.id/pembagian-harta-gono-gini-dalam-islam-2/.
(3) Harta Gono-gini dalam Islam – KonsultasiSyariah.com. https://konsultasisyariah.com/14448-teka-teki-harta-gono-gini.html.
(4) GONO – GINI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM – PA MUARA TEWEH. http://www.pa-muarateweh.go.id/images/stories/data_pdf/Artikel_Hukum/GONO.pdf.
(5) Harta Gono Gini : Ketahuilah Dasar Hukum dan Pemahamanya BAG 1. https://equal.co.id/harta-gono-gini-ketahuilah-dasar-hukum-dan-pemahamanya-bag-1/.

Baca Juga: