Al-Quran Al-Kariem memang mengharamkan seorang laki-laki yang beriman untuk menikahi wanita yang berzina, yaitu wanita yang masih aktif dengan kegiatan zina.
Dalil Keharaman
Al-Quran Al-Kariem memang mengharamkan seorang laki-laki yang beriman untuk menikahi wanita yang berzina, yaitu wanita yang masih aktif dengan kegiatan zina.
Demikian pula sebaliknya, seorang wanita yang beriman tidak layak menikah dengan laki-laki pezina, yang aktif berzina juga.
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu`min. (QS. An-Nur : 3)
An-Nasai menyatakan bahwa Abdillah bin Amr ra berkata.`Ada seorang wanita bernama Ummu Mahzul (atau Ummu Mahdun) seorang musafih, dimana seorang laki-laki shahabat Rasulullah SAW ingin menikahinya. Lalu turunlah ayat
`Seorang wanita pezina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik dan hal itu diharamkan buat laki-laki mukminin`.
Abu Daud, An-Nasai, At-Tirmizy dan Al-Hakim meriwayatkan dari hadits Amru bin Syu`aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa ada seorang bernama Mirtsad datang ke Mekkah dan memiliki seorang teman wanita di Mekkah bernama `Anaq. Lalu dia meminta izin pada Rasulullah SAW untuk menikahinya namun beliau tidak menjawabnya hingga turun ayat ini. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya,
`Ya Mirtsad, seorang wanita pezina tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik dan hal itu diharamkan buat laki-laki mukminin`.
Para Mufassirin mengatakan bahwa ayat ini selain untuk Mirtsad bin Abi Mirtsad, juga untuk pra shahabat yang fakir yang minta izin kepada Rasulullah SAW untuk menikahi para wanita pelacur dari kalangan ahli kitab dan para budak wanita di Madinah, maka turunlah ayat ini.
Perbedaan Pendapat
Lebih lanjut perbedaan pendapat itu adalah sbb :
Pendapat Jumhur ulama
Jumhur ulama mengatakan bahwa yang dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan itu ?
Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz hurrima (حُرِّمَ) atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci). Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus yang khusus saat ayat itu diturunkan, yaitu seorang yang bernama Mirtsad Al-Ghanawi yang menikahi wanita pezina. Mereka mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan ayat lainnya yaitu :