Menu Tutup

Penyebab Terjadinya Riba dan Dampaknya dalam Ekonomi Islam

Riba adalah salah satu praktik ekonomi yang diharamkan dalam Islam karena membawa banyak kerugian dan dampak negatif bagi individu dan masyarakat. Riba secara sederhana dapat diartikan sebagai tambahan atau kelebihan yang tidak adil dalam transaksi jual beli atau peminjaman uang.

Riba dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti riba fadhl (pertukaran barang sejenis dengan jumlah yang tidak sama), riba nasi’ah (penundaan pembayaran dengan imbalan tambahan), riba jahiliyyah (penambahan hutang jika tidak dapat dibayar pada waktu yang ditentukan), dan riba qardh (pemberian pinjaman dengan syarat adanya bunga).

Riba merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 130:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”1

Rasulullah SAW bersabda: “Telah dilaknat Rasulullah SAW orang yang memakan riba, yang memberinya, yang menulisnya, dan yang menjadi saksinya. Dan beliau bersabda: Mereka sama saja.”2

Lalu, apa yang menyebabkan riba? Para ulama dan ahli ekonomi Islam telah menjelaskan beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya riba, di antaranya adalah:

  • Sifat rakus dan tamak. Riba seringkali dilakukan oleh orang-orang yang tidak puas dengan apa yang mereka miliki dan ingin mendapatkan keuntungan yang besar dengan cara yang mudah dan cepat. Mereka tidak peduli dengan hak dan kesejahteraan orang lain, asalkan mereka bisa memperoleh keuntungan yang maksimal. Mereka juga tidak mengindahkan larangan Allah SWT dan Rasul-Nya SAW, dan menganggap riba sebagai hal yang biasa dan sah. Padahal, Allah SWT telah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 276: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”3
  • Ketidaktahuan dan kebodohan. Riba juga bisa terjadi karena ketidaktahuan dan kebodohan orang-orang tentang hukum dan dampak dari riba. Mereka tidak mengetahui bahwa riba adalah haram dan berdosa, dan tidak menyadari bahwa riba akan membawa kerusakan dan kemelaratan bagi diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka juga tidak mengetahui cara-cara yang halal dan bermanfaat untuk mengelola dan mengembangkan harta mereka, seperti berdagang, berinvestasi, bersedekah, dan lain-lain. Oleh karena itu, mereka mudah terjebak dalam praktik riba yang tampak menggiurkan, tetapi sebenarnya merugikan.
  • Kemiskinan dan kesulitan ekonomi. Riba juga bisa terjadi karena kemiskinan dan kesulitan ekonomi yang dialami oleh sebagian orang. Mereka yang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, terpaksa meminjam uang dari orang lain dengan bunga yang tinggi. Mereka yang memiliki uang, memanfaatkan situasi ini untuk memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi, dengan dalih membantu orang yang membutuhkan. Padahal, hal ini justru akan memperparah kondisi orang yang berhutang, karena mereka harus membayar lebih dari apa yang mereka pinjam, dan bisa terjerat dalam utang yang semakin membengkak. Allah SWT telah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 280: “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”4
  • Sistem ekonomi yang berasaskan riba. Riba juga bisa terjadi karena sistem ekonomi yang berasaskan riba yang telah mendominasi dunia saat ini. Sistem ini didasarkan pada penggunaan uang sebagai komoditas yang dapat diperjualbelikan dengan bunga, dan bukan sebagai alat tukar yang berfungsi untuk memudahkan transaksi. Sistem ini juga didukung oleh lembaga-lembaga keuangan, seperti bank, yang memberikan dan menyalurkan kredit dengan bunga, dan mengatur suku bunga sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter. Sistem ini juga dipengaruhi oleh spekulasi, manipulasi, dan ketidakstabilan pasar uang dan pasar modal, yang seringkali menimbulkan krisis ekonomi dan inflasi. Sistem ini juga mengabaikan nilai-nilai moral, etika, dan keadilan dalam ekonomi, dan hanya mementingkan kepentingan sekelompok orang atau negara tertentu, tanpa memperhatikan kepentingan umat manusia secara keseluruhan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa riba adalah salah satu penyebab utama dari berbagai masalah dan krisis ekonomi yang terjadi di dunia saat ini. Riba tidak hanya merugikan individu dan masyarakat, tetapi juga menimbulkan kemurkaan dan siksaan dari Allah SWT. Oleh karena itu, sebagai umat Islam, kita harus menjauhi dan menghindari riba dalam segala bentuknya, dan berusaha untuk menerapkan sistem ekonomi Islam yang bersih dari riba, dan berlandaskan pada prinsip-prinsip tauhid, syariah, dan akhlak.

Baca Juga: