Menu Tutup

Sampai Kapan Suami Membiayai Istri Setelah Bercerai?

Perceraian adalah hal yang tidak diinginkan oleh setiap pasangan suami istri. Namun, terkadang perceraian menjadi pilihan terakhir untuk mengakhiri konflik yang tidak dapat diselesaikan. Perceraian juga menimbulkan akibat hukum bagi kedua belah pihak, terutama terkait dengan hak dan kewajiban suami istri setelah bercerai.

Salah satu hak istri setelah bercerai adalah nafkah yang harus dipenuhi oleh suami terhadap istri dan juga anak-anaknya. Nafkah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup mantan istri dan anak-anaknya yang menjadi tanggungan suami. Namun, sampai kapan suami harus membiayai istri setelah bercerai? Apakah ada batas waktu atau syarat tertentu yang mengakhiri kewajiban suami tersebut? Simak penjelasannya di bawah ini.

Jenis-Jenis Nafkah Istri Setelah Bercerai

Menurut hukum Islam, ada empat jenis nafkah yang dapat diberikan oleh suami kepada istri setelah bercerai, yaitu:

  • Nafkah madhiyah, yaitu nafkah yang telah lampau dan tidak selalu dihubungkan dengan perkara cerai talak. Dalam hal ini, istri dapat mengajukan tuntutan nafkah madhiyah saat suaminya mengajukan perkara cerai talak dengan mengajukan gugatan rekonvensi.
  • Nafkah idah, yaitu nafkah yang diberikan oleh suami kepada istri selama masa iddah. Masa iddah adalah masa tunggu seorang wanita setelah bercerai sebelum ia dapat menikah lagi dengan pria lain. Masa iddah ini berbeda-beda tergantung pada jenis perceraian dan kondisi wanita tersebut.
  • Nafkah mutah, yaitu nafkah yang diberikan oleh suami kepada istri sebagai penghilang pilu karena harus berpisah dengan suaminya. Nafkah mutah ini bersifat sukarela dan tidak wajib, kecuali jika ada kesepakatan atau putusan pengadilan yang mengaturnya.
  • Nafkah anak, yaitu nafkah yang diberikan oleh suami kepada anak-anaknya yang menjadi tanggungannya setelah bercerai. Nafkah anak ini wajib dipenuhi oleh suami hingga anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri.

Batas Waktu Nafkah Istri Setelah Bercerai

Batas waktu nafkah istri setelah bercerai berbeda-beda tergantung pada jenis nafkahnya. Berikut adalah penjelasannya:

  • Nafkah madhiyah tidak memiliki batas waktu tertentu, karena nafkah ini merupakan hutang suami kepada istri yang belum dibayarkan selama perkawinan berlangsung. Oleh karena itu, nafkah madhiyah harus dibayarkan oleh suami sekaligus atau secara bertahap sesuai dengan kesepakatan atau putusan pengadilan.
  • Nafkah idah berakhir ketika masa iddah selesai. Masa iddah sendiri berbeda-beda tergantung pada jenis perceraian dan kondisi wanita tersebut. Misalnya, jika perceraian terjadi karena talak tiga atau khuluk (cerai atas permintaan istri), maka masa iddah adalah tiga kali suci (tiga kali haid) atau tiga bulan bagi wanita yang tidak haid atau hamil. Jika perceraian terjadi karena talak satu atau dua, maka masa iddah adalah sampai ada rujuk (kembali bersama) atau sampai talak ketiga diucapkan. Jika wanita tersebut hamil, maka masa iddah adalah sampai melahirkan.
  • Nafkah mutah berakhir ketika istri menikah lagi dengan pria lain. Hal ini karena nafkah mutah bertujuan untuk mengurangi rasa sedih istri karena bercerai, sehingga jika istri sudah menikah lagi, maka rasa sedih tersebut sudah hilang. Namun, jika istri tidak menikah lagi, maka nafkah mutah dapat berlangsung seumur hidup, kecuali jika ada kesepakatan atau putusan pengadilan yang mengaturnya.
  • Nafkah anak berakhir ketika anak tersebut dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri. Menurut hukum Islam, anak laki-laki dianggap dewasa jika sudah baligh (mencapai usia pubertas) dan berakal, sedangkan anak perempuan dianggap dewasa jika sudah baligh, berakal, dan menikah. Menurut hukum positif, anak dianggap dewasa jika sudah berusia 18 tahun atau sudah menikah.

Syarat-Syarat Nafkah Istri Setelah Bercerai

Syarat-syarat nafkah istri setelah bercerai juga berbeda-beda tergantung pada jenis nafkahnya. Berikut adalah penjelasannya:

  • Nafkah madhiyah tidak memiliki syarat tertentu, karena nafkah ini merupakan hak istri yang telah menjadi hutang suami. Oleh karena itu, istri dapat menuntut nafkah madhiyah kapan saja selama hutang tersebut belum dibayar oleh suami.
  • Nafkah idah memiliki syarat bahwa istri harus menjalani masa iddah dengan baik dan tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan iddahnya, seperti menikah lagi dengan pria lain atau berzina. Jika istri melanggar syarat ini, maka suami tidak wajib memberikan nafkah idah kepadanya.
  • Nafkah mutah memiliki syarat bahwa perceraian terjadi karena inisiatif suami atau karena kesalahan suami. Jika perceraian terjadi karena inisiatif istri atau karena kesalahan istri, maka suami tidak wajib memberikan nafkah mutah kepadanya. Namun, beberapa pendapat menyatakan bahwa nafkah mutah tetap wajib diberikan oleh suami meskipun perceraian terjadi karena inisiatif atau kesalahan istri, karena nafkah mutah merupakan bentuk penghargaan suami kepada istri yang telah bersamanya selama perkawinan.
  • Nafkah anak memiliki syarat bahwa anak tersebut masih menjadi tanggungan suami dan belum dapat mengurus dirinya sendiri. Jika anak tersebut sudah dewasa atau sudah dapat mengurus dirinya sendiri, maka suami tidak wajib memberikan nafkah anak kepadanya.

Kesimpulan

Suami mempunyai kewajiban untuk membiayai istri setelah bercerai sesuai dengan jenis nafkah yang berlaku. Jenis nafkah yang dapat diberikan oleh suami kepada istri setelah bercerai adalah nafkah madhiyah, nafkah idah, nafkah mutah, dan nafkah anak. Masing-masing jenis nafkah memiliki batas waktu dan syarat tertentu yang mengatur kewajiban suami tersebut. Oleh karena itu, seorang istri harus mengetahui hak-haknya setelah bercerai agar dapat menuntutnya kepada mantan suaminya.

Baca Juga: